Kontrol Minim, Air Tanah Terus Tersedot
Ilustrasi Hotel (Goodshoot/Thinkstock)

Kontrol Minim, Air Tanah Terus Tersedot

Selasa, 05 April 2016|15:21:23 WIB




Jakarta (RRN) - Sebuah hotel kelas melati di kawasan Jakarta Utara didatangi petugas Dinas Tata Air bersama dengan dua perwakilan perusahaan air minum, awal Maret lalu.
 
Petugas berkunjung karena hotel yang memiliki sekitar 20 kamar itu memiliki catatan penggunaan air tanah dan Perusahaan Air Minum (PAM) yang tak masuk akal. 
 
“Kami memeriksa ke lapangan dan menemukan bahwa pengelola hotel memiliki sumur bor yang tidak dilaporkan kepada kami,” kata Achmad Sodri, Kepala Seksi Pemeliharaan dan Pengawasan Air Tanah kepada awak media, beberapa waktu lalu. 
 
Menurut Achmad laporan soal penggunaan sumur illegal diperolehnya dari petugas pemeriksa PAM. 
 
“Petugas menemukan ada saluran pipa yang tanpa alat meter, lalu kami mempelajari data air tanah dan PAM, karena mencurigakan kami memeriksa ke lapangan,” katanya.
 
Petugas Dinas Tata Air, kata Achmad, selanjutnya menyegel sumur bor illegal yang ada di halaman hotel. Segel akan dibuka apabila pemilik 
hotel mendaftarkan sumur bor ke Dinas Tata Air. 
 
“Tanpa ada denda, pemilik hanya diminta mengurus penggunaan sumur secara legal dan bayar pajak,” katanya. 
 
Bukan hanya hotel melati itu yang diduga memanipulasi laporan penggunaan air tanah. Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, sebuah rumah sakit terletak di Jakarta Timur tak tercatat sebagai pelanggan di perusahaan air minum. Selain itu, data terakhir penggunaan air tanah pun menunjukkan angka nol. 
 
Menurut peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005, perhitungan penggunaan konsumsi air di rumah sakit menengah adalah 750 liter per tempat tidur pasien. 
 
Rumah sakit yang memiliki sekitar 40 tempat tidur pasien, dalam keadaan seluruh kamar terisi setidaknya menghabiskan 900 meter kubik dalam sebulan. Dengan asumsi pajak air tanah Rp23 ribu per meter kubik, rumah sakit itu mesti membayar pajak sebesar Rp20,7 juta per bulan. 
 
Informasi lain yang diperoleh awak media adalah sebuah pabrik susu yang berlokasi di Jakarta Timur. Konsumsi air tanah yang tercatat di pabrik itu nol sementara penggunaan air PAM sekitar 100 meter kubik. 
 
Menurut Direktur Amrta Institute, Nila Ardhianie, dugaan kecurangan atau manipulasi penggunaan air ilegal dapat diketahui dengan membandingkan antara data pemakaian air PAM dan catatan konsumsi air tanah. 
 
“Bila data PAM itu nol atau tak masuk akal, dugaannya ada penggunaan air tanah besar-besaran yang tidak tercatat,” kata Nila dalam diskusi dengan CNNIndonesia, beberapa waktu lalu. 
 
Menurut Kepala Bidang Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Baku Dinas Tata Air, Dedi Krusfian, timnya memiliki keterbatasan di lapangan untuk memeriksa institusi yang menggunakan air tanah secara illegal. 
 
“Kami tidak tahu daerah mana saja yang menggunakan air tanah ilegal, kecuali ada laporan,” kata Dedi. 
 
Menurut Dedi, kewenangan lembaganya hanya melakukan pencatatan data konsumsi air tanah. Jumlah petugas yang mengecek penggunaan air tanah itu sebanyak 20 orang. Sedangkan jumlah pelanggan yang harus dicatat datanya setian bulan saat ini berjumlah 4. 475 orang. 
 
Dengan jumlah petugas yang terbatas di bandingkan pelanggan, Dinas Tata Air bekerja belum optimal. 
 
“Kami keteteran dengan jumlah pelanggan sebanyak itu,” kata Sodri. 
 
Menurut salah satu mantan petugas pemeriksa PAM Jaya, pada 1990an, pencatatan air tanah dan air PAM itu menyatu. “Sehingga setiap ada kecurigaan dapat sidak bersama,” katanya. 
 
Menurut Nila, sistem yang diterapkan saat ini membuat gagalnya kebijakan pajak sebagai alat mengkontrol penggunaan air tanah. Dia mengusulkan agar pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih serius mengurus sistem kontrol penggunaan air tanah. 
 
“Tanpa ada kontrol yang bagus, penerapan pajak yang tinggi hanya membuat konsumen menyiasati penggunaan air tanah secara diam-diam,” katanya. 
 
Menurut dia, pemerintah perlu membenahi dengan serius seperti menerapkan sistem online yang menghubungkan pelanggan dengan data pusat pencatatan air tanah. 
 
Nila mengingatkan pengawasan penggunaan air tanah sektor komersial ini penting, bukan sebagai kepentingan target penerimaan pajak. Namun untuk kepentingan lingkungan. 
 
yul/sip Cnn/ Alex
 






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE