Jakarta (RRN) - Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mengaku mayoritas anggotanya sempat tidak setuju terkait aturan kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai tahun ini.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha menjelaskan, pemerintah telah menyampaikan keinginannya untuk mengulik data pemilik kartu kredit dengan asosiasi sejak Oktober 2015 lalu.
"Waktu penjajakan Oktober lalu, kami juga sampaikan masalah teknisnya bagaimana cara pelaporannya, kami belum mendapat penjelasan sampai sekarang," ujar General Manager AKKI Steve Martha saat dihubungi, Kamis (31/3).
Steve mengungkapkan mayoritas anggota AKKI memang sempat tidak setuju dengan langkah pemerintah tersebut, pasalnya perbankan saat ini tengah gencar mendorong transaksi non tunai.
Ia menambahkan, kebijakan Kementerian Keuangan tersebut dinilai asosiasi yang beranggotakan 23 bank ini berpotensi menurunkan minat dan kepercayaan nasabah dalam bertransaksi menggunakan kartu kredit.
"Masyarakat saat ini lebih memilih sikap yang konservatif, orang bisa balik lagi memilih transaksi tunai. Karena mereka khawatir menjadi incaran Ditjen Pajak, tapi kalau kita bayar pajak sebenarnya tidak usah takut," ujar Steve.
Bahkan tidak bisa dipungkiri nasabah akan beralih menggunakan kartu kredit yang diterbitkan oleh bank di luar negeri. Potensi tersebut didukung dengan fakta bahwa saat ini transaksi kredit bisa dilakukan di negara manapun
Lebih jauh, AKKI juga menyoroti isu kerahasiaan perbankan yang selama ini menjadi isu utama keberatan pihak perbankan terhadap aturan tersebut. Menurut pandangan AKKI, ada sejumlah data kartu kredit yang tidak masuk dalam substansi kerahasiaan perbankan yang dipayungi oleh Undang-undang Perbankan.
"Karena kredit itu sifatnya bukan kewajiban (liability) bukan aset, dan itu tidak diatur kerahasiannya dalam UU Perbankan," ujarnya.
Hal tersebut yang menjadi pertimbangan AKKI akhirnya mau memenuhi permintaan otoritas untuk melaporkan data transaksi ke DJP.
"Mau tidak mau kita ikut keputusan dan kita akan ikuti aturan," katanya.
Namun ia menekankan perlu ada upaya dari pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meredam kekhawatiran nasabah melalui pembentukan concern agreement dari setiap pemilik kartu kredit dengan pihak yang diberi keleluasaan mengintip datanya.
"Hal ini kami bicarakan ke OJK mengenai standar atau syarat institusi mana saja yang boleh mengambil data nasabah. Kalau kita ingin memberikan kepada pihak ketiga harus ada persetujuan dari pemegang kartu," jelasnya.
Cnn/rrn