Jakarta (RRN) - PT XL Axiata Tbk (XL) mengaku belum merencanakan aksi korporasi lain untuk menutup sisa utang perseroan setelah menjual 2.500 menara dan melakukan penawaran umum (rights issue) di tahun ini.
Direktur Keuangan XL Mohamed Adlan bin Ahmad Tajudin beralasan fokus perusahaan tahun ini adalah mengembalikan rasio utang terhadap pendapatan sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (Earning before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization/EBITDA) ke angka sebelum perusahaan mengakuisisi PT Axis Telekom Indonesia (Axis) pada tahun 2014 lalu.
Sebagai informasi, XL meminjam uang sebesar US$865 juta demi mengakuisisi Axis yang berasal dari pinjaman kepada pemegang saham sebesar US$500 juta dan sisa US$365 juta didapat dari Bank UOB, Bank of Tokyo-Mitsubishi and Bank DBS. Akibatnya, rasio utang terhadap EBITDA perusahaan melonjak dari 2,1 persen di akhir 2013 ke angka 3,4 persen pada akhir 2014.
"Memang setelah ini utang masih tetap akan ada, namun setelah pembayaran utang melalui rights issue dan jual menara di tahun ini kami berharap bisa menurunkan rasio net debt terhadap EBITDA di bawah dua persen hingga akhir tahun nanti, mungkin di kisaran 1,7 hingga 1,8 persen, sama seperti sebelum kami mengakuisisi Axis," jelas Adlan di Jakarta, Selasa (29/3).
Ia mengatakan, angka rasio utang terhadap EBITDA sebesar 1,8 persen itu dianggap cukup baik di antara pelaku usaha telekomunikasi lainnya. Atas dasar itu, ia menganggap aksi bayar utang lainnya belum terlalu dibutuhkan di tahun ini.
"Balance sheet kami perkirakan masih bagus hingga akhir tahun. Jadi belum ada (aksi korporasi dalam bayar utang)," katanya.
Secara lebih rinci, ia menjelaskan penjualan 2.500 menara kepada PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) kemarin senilai Rp3,56 triliun akan digunakan untuk membayar utang dalam denominasi rupiah. Sementara itu, pelaksanaan rights issue ini nantinya bisa membayar utang dalam denominasi dolar Amerika sebesar US$500 juta.
"Pelaksanaan rights issue ini sudah disetujui oleh pemegang saham dan kami sudah melakukan submission ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kami lakukan rights issue ini karena kami ingin sekali mengurangi pinjaman dalam dolar," terangnya.
Jika kedua aksi korporasi tersebut berhasil, maka utang jatuh tempo sebesar Rp3,56 triliun dan pembayaran utang secara lebih dini (early repayment) dengan nilai di kisaran Rp6,44 triliun bisa terlunasi di tahun ini. Dengan sisa utang perusahaan sebesar Rp26,95 triliun hingga tahun 2022, maka di akhir tahun nanti sisa utang perusahaan diharapkan bisa ada di kisaran Rp16 triliun hingga Rp17 triliun.
"Pembayaran utang ini pun bisa memperbaiki rasio utang terhadap modal (Debt-to-Equity Ratio) dari 1,9 persen ke angka 1 persen di akhir tahun ini," terang Adlan.
Menurut laporan keuangan perusahaan, posisi utang tahun 2015 sebesar Rp26,95 triliun tersebut turun 21,15 persen apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp34,18 triliun.
Penurunan utang terbesar terdapat pada denominasi dolar sebesar 40 persen dari angka US$1,55 miliar di 2014 ke angka US$938 juta di tahun lalu.
gen cnn/ rrn