Kamis, 06 Agustus 2015|19:23:08 WIB
Radar Ekonomi - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian di 2015 dan di 2016 masih akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan. Bahkan, tantangan tersebut cukup mengganggu laju pertumbuhan ekonomi.
"BI memandang kondisi perekonomian Indonesia hingga tahun depan masih menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan dan bisa mengejutkan, baik yang datang dari eksternal atau global maupun domestik," katanya, di Manado, Rabu (5/8/2015).
Ronald menjelaskan kondisi perekonomian global saat ini ditandai dengan pertumbuhan yang cenderung bias ke bawah, disertai masih tingginya risiko di pasar keuangan global. Ekonomi dunia, yang semula tahun ini diperkirakan dapat tumbuh empat persen, sesuai perkembangan terakhir proyeksi tersebut harus dikoreksi menjadi tiga persen.
Dia mengatakan potensi bias ke bawah tersebut terutama didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya. Selain itu, potensi bias ke bawah terjadi lantaran ada perlambatan ekonomi di Tiongkok.
Kekhawatiran akan kenaikan suku bunga The Fund Rate, masih kata Ronald, juga menimbulkan ketidakpastian di pasar dan memengaruhi perkembangan ekonomi global. Normalisasi kebijakan The Fed tersebut berpotensi memicu capital outflows, sehingga dapat menimbulkan tekanan pada pasar keuangan di kawasan, tak terkecuali di Indonesia.
Dari sisi lain, lanjutnya, krisis ekonomi yang melanda Yunani memaksa negara kawasan Eropa meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko negatif yang mungkin ditimbulkan. Walaupun kesepakatan telah dicapai antara Yunani dengan pihak kreditur, namun proses penyelamatan dan restrukturisasi Yunani masih membutuhkan serangkaian asesmen dan negosiasi komprehensif yang panjang.
Dia mengatakan pemulihan ekonomi dunia yang lemah juga ditandai dengan terus menurunnya harga komoditas. Pada triwulan II-2015, komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara, kelapa sawit, timah dan kopi mengalami penurunan harga bila dibandingkan dengan triwulan I-2015.
Selain itu, katanya, harga minyak yang sudah sempat beranjak naik menembus USD60 per barel kembali jatuh di bawah USD50 per barel. "Bagi negara yang perekonomiannya bertumpu pada komoditas mentah seperti Indonesia tentunya hal ini menyiratkan pesan bahwa tantangan pemulihan ekonomi ke dpan akan semakin berat," pungkasnya. (mtvn/alx)