Jakarta (RRN) - Dana Moneter Internasional (IMF) menilai pemerintah Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebaiknya segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) untuk mendukung stabilitas sektor keuangan.
Kepala Misi IMF untuk Indonesia, Luis E. Breuer, mengatakan lanskap ekonomi dunia saat ini berubah. Dan seperti banyak negara berkembang, Indonesia dinilainya menghadapi tekanan dari pergeseran ekonomi global.
“Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan penyesuaian di China, pelemahan harga komoditas, dan awal normalisasi kebijakan moneter AS menjadi faktornya,” ujarnya kepada awak media, Selasa (15/3).
Menurutnya pergeseran ini telah berdampak pada perekonomian Indonesia melalui tiga jalur utama yaitu harga komoditas, perdagangan, dan arus modal. Jalur tersebut telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan di beberapa tahun terakhir, dari tingkat tinggi selama terjadi booming harga komoditas booming di tahun sebelumnya.
“Akibatnya, tingkat risiko dan kerentanan menanjak. Pendapatan pemerintah, salah satunya dari pendapatan minyak, telah turun secara signifikan,” katanya.
Ia menjelaskan, investasi asing langsung dan portofolio arus dana masuk telah melambat karena selera investor asing terhadap aset negara berkembang secara umum telah melemah. Bahkan hal itu terlihat saat arus modal masuk ke Indonesia yang sejak awal tahun 2016 lebih menguntungkan daripada negara lain di regional Asia.
“Sementara, meskipun berasal dari tingkat yang rendah, pinjaman perusahaan dalam mata uang asing telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Padahal kinerja perusahaan tercatat agak melemah dan tingkat kredit bermasalah bank mulai meningkat,” jelasnya.
Meskipun demikian, di sisi lain ia menilai Indonesia memiliki pengalaman yang luas dalam menangani turbulensi, karena mampu melewati krisis keuangan global dan ‘taper tantrum’ di tahun 2013.
Breuer menilai penyesuaian ekonomi dalam negeri untuk mengikuti perubahan ekonomi dunia didukung dengan dengan kebijakan yang sehat, termasuk nilai tukar dan imbal hasil obligasi pemerintah yang fleksibel, serta cadangan devisa yang cukup.
“Indonesia tentu lebih mampu menangani jenis turbulensi ini dibandingkan pada masa lalu,” katanya.
Indonesia, lanjutnya, perlu mengelola risiko jangka pendek dan, pada saat yang sama, meningkatkan potensi pertumbuhan di jangka menengah. Di sisi fiskal, pemerintah perlu meningkatkan pendapatan guna menciptakan ruang untuk infrastruktur dan belanja prioritas lainnya seperti program sosial yang ditargetkan.
Investasi publik yang lebih tinggi menurutnya harus dikombinasikan dengan manajemen keuangan publik yang baik dan reformasi tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta pemantauan risiko fiskal potensial.
Selain itu, sangat penting untuk mempertahankan nilai tukar yang fleksibel dan imbal hasil obligasi pemerintah yang ditentukan oleh pasar. Hal itu untuk menavigasi kondisi keuangan eksternal yang bergejolak.
“Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan harus diberlakukan dengan cepat untuk mendukung stabilitas sektor keuangan,” katanya.
Di luar itu, menurutnya Indonesia perlu terus melakukan diversifikasi ekonominya dari ketergantungan pada komoditas menjadi ke sektor manufaktur, pertanian, dan jasa, serta menghasilkan sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi.
cnn/ rrn