Jakarta (RRN) - Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna menyatakan praperadilan atas keputusan deponering (pengesampingan perkara) tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehingga, rencana Indonesian Police Watch (IPW) untuk mempraperadilakan deponering kasus Bambang Widjojanto dan Abraham Samad akan dianalisa terlebih dahulu.
"Kalau deponering secara hukum tidak diatur dalam KUHAP. Deponering itu adalah kewenangan Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan itu (deponering)," ujar Made ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (7/3).
Namun, Made mengaku belum bisa memastikan apakah nantinya praperadilan atas deponering kasus AS dan BW bisa digelar di PN Jakarta Selatan atau tidak. Pasalnya, kata Made, praperadilan atas deponering yang dekeluarkan oleh Kejaksaan Agung belum pernah terjadi di PN Jakarta Selatan.
"Nanti ketua pengadilan yang akan menentukan sidang prapaeradilan tersebut dilanjutkan atau tidak. Tapi selama ini belum pernah ada seperti itu," ujar Made.
Made juga menyampaikan sampai siang ini dirinya belum mengetahui rencana IPW untuk mendaftarkan gugatan praperadilan atas deponering tersebut. Made beranggapan, pendaftaran tersebut hak setiap pihak yang merasa tidak sependapat dengan keputusan Kejaksaan Agung.
"Sejauh ini belum dapat informasi. Tapi intinya jika memang ada nanti diperiksa dahulu bagaimana," ujar Made.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengeluarkan deponering bagi kasus yang menjerat mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Abraham Samad ditetapkan dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen dan pembuatan paspor tahun 2007. Sementara Bambang Widjojanto atas kasus saksi palsu Juni 2010.
Prasetyo menyatakan deponering diberikan dengan alasan kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto merupakan perkara luar biasa. Kasus keduanya kini dihentikan juga karena amat menyita perhatian publik, dan dikhawatirkan dapat memperlemah semangat pemberantasan korupsi di Indonesia jika dilanjutkan proses hukumnya.
"Saya selaku Jaksa Agung menggunakan hak prerogatif yang diberikan Undang-Undang Kejaksaan untuk mengambil keputusan. Keputusan yang diambil adalah mengesampingkan perkara, deponering perkara atas nama Abraham Samad dan Bambang Widjojanto,” kata Prasetyo di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/3).
Sementara itu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menuntut Prasetyo menjelaskan kepentingan apa yang berada di balik deponering kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Jaksa Agung, kata Badrodin, memang berhak untuk mengesampingkan sebuah perkara untuk kepentingan umum. Namun, dia menegaskan, kepentingan itu mesti dijelaskan kepada publik.
"Apakah hanya karena itu (menjaga semangat pemberantasan korupsi)? Apakah kalau AS dan BW diproses peradilan penegakan hukum atas korupsi akan berhenti?" kata Badrodin. "Jaksa Agung harus jelaskan kepada publik, kepentingan umum apa yang membuatnya mengambil keputusan itu."
Yang jelas, kata dia, dari perspektif Polri, penyidik tentu berharap kasus ini bisa sampai ke tahap peradilan. Di depan hakim, kata Badrodin, setiap orang yang tersangkut masalah hukum bisa memberikan pembelaan dan bukti bahwa dirinya tidak bersalah.
"Kalau sampai di penyidik saja, masih ada tanda tanya, apakah orang ini bersalah atau tidak. Apakah ada kepastian hukum di situ? Ada keadilan di situ? Hukum itu kan dibentuk atas tiga nilai dasar: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Di situlah keadilan itu ada," kata Badrodin.
CNN/ RRN