Pengacara Bantah Menara BCA dan Kempinski Rugikan Negara
Foto bangunan Menara BCA dan Apartemen Kempenski di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (24/2).(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja).

Pengacara Bantah Menara BCA dan Kempinski Rugikan Negara

Ahad, 06 Maret 2016|21:42:08 WIB




Jakarta (RRN) - Pengacara kasus pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski Juniver Girsang membantah tudingan pihak Kejaksaan Agung soal kerugian negara yang mencapai Rp1,2 triliun. Menurut Juniver, negara justru mendapat untung dari kerja sama pembangunan dan pengelolaan kawasan antara PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)-PT Grand Indonesia (GI).
 
"Negara mendapatkan pemasukan dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan dari pendapatan atas sewa yang perhitungannya adalah 10% dari total pendapatan Grand Indonesia," ujar Juniver kepada awak media, Minggu (6/3).
 
Grand Indonesia, menurutnya, telah menggelontorkan investasi Rp5,5 triliun yang nilainya lebih besar dari perjanjian. Penerimaan kompensasi kerja sama senilai rata-rata Rp10,3 miliar per tahun. 
 
"Kompensasi ini lebih besar dari nilai manfaat tanah. Apalagi aset atau modal saham HIN tidak dilepaskan dan HIN akan memperoleh kembali obyek tersebut pada akhir masa kerja sama dalam kondisi layak operasional," paparnya.
 
Juniver juga mengungkapkan tidak ada indikasi korupsi dalam kerja sama tersebut. Ia mengklaim sejumlah proses formal yang sah dan transparan telah dilakukan sejak 2004.
 
"HIN diuntungkan secara komersial karena tidak kehilangan kompensasi yang lebih besar dengan adanya dua bangunan tersebut. HIN juga diuntungkan karena nilai bangunan yang diserahkan pada akhir masa kerja sama nanti (tahun 2055) akan jauh lebih besar dari nilai seharusnya," katanya. 
 
Juniver menjabarkan kronologi kerja sama ini. Pada 2004, menurutnya, proses tender yang terbuka menghasilkan persetujuan Menteri BUMN Laksamana Sukardi melalui Surat Nomor. S-247/MBU/2004 perihal Persetujuan Perjanjian Kerjasama antara PT. HIN dan CKBI. Surat ini menjadi dasar kerja sama dua pihak. 
 
"Dalam perjanjian disebutkan bahwa penerima hak kerja sama adalah Grand Indonesia dan/atau pihak-pihak lain yang ditunjuk secara tertulis oleh Grand Indonesia dan/atau penerusnya yang telah disetujui oleh HIN baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri," kata Juniver.
 
Juniver menambakan, dua bangunan yang diperkarakan termasuk dalam kategori bangunan lainnya yang termaktub dalam perjanjian kerja sama. "Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa gedung dan fasilitas penunjang adalah bangunan-bangunan dan segala fasilitas pendukung yang wajib dibangun dan/atau direnovasi yaitu antara lain, pusat perbelanjaan, hotel, dan bangunan-bangunan lainnya, berikut fasilitas parkir serta fasilitas penunjang lainnya," katanya.
 
Kini, kasus ini tengah ditangai oleh Korps Adhyaksa dan masih dalam tahap penyidikan. Direktur Utama PT HIN A.M Suseto telah diperiksa dan mengaku realisasi kontrak yang tak sesuai dengan isi perjanjian kerja sama antara PT HIN, PT CKBI, dan PT GI pada 2004 lalu. 
 
Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah, Suseto membenarkan bahwa pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski oleh PT. GI dan PT. CKBI tak ada dalam klausul perjanjian 12 tahun silam.
 
Di kawasan seluas 41.815 m2 itu telah disepakati akan berdiri sebuah hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan modern, dan satu gedung parkir. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata ada pembangunan dua bangunan lain di luar kontrak kerja sama PT HIN dan PT GI.
 
CNN/ RRN
 






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NASIONAL

MORE

MOST POPULAR ARTICLE