Rabu, 11 November 2015|14:59:00 WIB
RADAR TIONGHOA - Kita biasanya mengadakan sembahyang kecil (tuang teh) setiap Che It ??(tanggal satu) dan Cap Go ?? (tanggal 15) setiap bulannya dalam penanggalan Imlek di rumah. Selain sembahyang kecil, ada juga sembahyang besar/sembahyang leluhur yang merupakan suatu kewajiban bagi mereka yang masih memegang teguh ajaran leluhur. Sembahyang besar ini biasanya memakai Sam Seng ?? (menggunakan tiga hewan bernyawa). Karena itu sembahyang ini juga biasa disebut dengan sembahyang Sam Seng/sembahyang bernyawa.
Sembahyang ini biasanya dilakukan setahun tiga kali, yaitu pada saat sembahyang Ceng Beng ?? (berziarah ke kuburan orang tua/saudara), sembahyang Chi Yue ?? (bulan tujuh tanggal lima belas), atau yang biasa disebut juga sembahyang rebutan dan sembahyang Sin Cia ?? (Perayaan tahun baru Imlek). Sembahyang Cheng Beng biasanya dilakukan pada pagi hari di makam/kuburan orang tua/saudara, sembahyang rebutan biasanya dilakukan pada siang hari di rumah dan sembahyang Sin Cia biasanya dilakukan pada pagi/siang hari dirumah, sedangkan pada malam harinya seluruh sanak saudara biasanya akan berkumpul bersama untuk makan malam sebelum tahun baru Imlek.
Untuk sembahyang besar yang biasa dilakukan orang Tionghoa yang masih melaksanakannya, hidangan yang disajikan terdiri dari yang berkuah (basah)dan yang tidak berkuah (kering). Contoh makanan basah misalnya sup aneka jenis, sayuran aneka jenis dan sebagainya. Contoh makanan kering misalnya sate babi manis (tidak pakai lidi/tusukan), udang goreng, ayam goreng, mie goreng, sosis babi buatan sendiri, sunpia dan sebagainya. Untuk Sam Seng ?? (tiga hewan bernyawa) seperti daging babi samcan, ikan dan ayam. Jumlah dan ragam masakannya bisa disesuaikan tergantung masing-masing, atau mengikuti kesukaan leluhurnya semasa hidup yang penting seimbang/semua ada.
Untuk buah-buahan, biasanya yang umum-umum saja asal tidak berduri, seperti pisang, jeruk, apel, pear, anggur, delima, srikaya, nanas (dipotong tangkai daunnya karena tajam) dan sebagainya sebanyak lima buah. Jenis buah-buahan lokal juga bisa dimasukan sebagai variasi.
elain itu juga ada te liau (manisan teman minum teh) misalnya tang ke (manisan buah), ang co (kurma mandarin), dan sebagainya sebanyak tiga jenis manisan. Bisa juga diganti permen/gula-gula atau manisan yang lain kalau tidak ada.
Kue-kue yang biasa ada pada saat sembahyang besar leluhur diatas antara lain kue ku’ merah (berbentuk seperti tempurung kura-kura, melambangkan umur panjang) dan kue lapis (melambangkan rezeki yang berlapis-lapis), kue mangkok, kue pisang, kue bugis, kue bika ambon dan sebagainya sebanyak tiga jenis kue. Yang tentu tidak boleh ketinggalan kalau sembahyang menjelang Tahun Baru Imlek ialah kue keranjang sebagai ciri khasnya.
Untuk nasi sendiri biasanya disajikan di mangkuk (untuk leluhur laki-laki) dengan sumpitnya dan di piring (untuk leluhur perempuan).
Semua sesajian diatas bisa disesuaikan dengan menu masing-masing, yang penting kita tahu makan saja setelahnya, karena jangan sampai mubazir dibuang sehabis sembahyang karena kita tidak tahu makan hanya demi menjaga suatu “kewajiban” saja. Intinya jangan terlalu kaku, yang penting niat ada, itu sudah baik. Sembahyang leluhur ini berlaku umum, namun mungkin ada variasi-variasi lokal lainnya yang mengikuti kebiasaan dan tradisi daerah masing-masing. (infot/fn)