Kisah Sedih Sanggar Bathin Galang Desa Bokor
Salah satu penampilan Sanggar Bathin Galang beberapa tahun silam - net./FOTO: goriau

Kisah Sedih Sanggar Bathin Galang Desa Bokor

Sabtu, 07 November 2015|10:55:56 WIB




Tanggal 28 Oktober 2015 silam, merupakan hari bahagia bagi Sanggar bathin Galang Desa Bokor Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Namun siapa sangka, belum lama merasakan kebahagiaan itu, adapula duka yang menghampiri sanggar yang telah melanglang buana hingga ke mancanegara dalam membantu Pemda Meranti mempromosikan daerah.

MERANTI (RRN) - Tepatnya hari sumpah pemuda tahun 2015, sanggar yang digawangi Sopandi SSos ini meraih penghargaan anugerah Sagang di Pekanbaru. Untuk pertama kali sanggar yang ada di daerah terluar, Kabupaten Kepulauan Meranti, mendapat penghargaan bergengsi di tanah melayu.

Rasa syuur itu disampaikan Sopandi SSos saat memberikan sambutan dalam acara Bokor River International Reggae Festival (BRIRF) tahun 2015 yang digelar di tepian Sungai Bokor. Kepada masyarakat banyak, Sopandi mengajak mensyukuri apa yang telah dianugerahkan di sanggar yang sudah berusia sekitar 13 tahun itu. Sopandi menyadari itu semua tidak terlepas dari bantuan dan doa oleh banyak pihak.

Sebelumnya, laki-laki yang akrab dipanggil Atah Pandi inipun membuat bangga Kabupaten Kepulauan Meranti. Dimana, berkat kerja keras dan support dari pembina sanggar, H Irwan, Bathin galang berhasil memecahkan rekor muri setelah menggelar lomba lari atas tual sagu. Olahraga ekstrim inipun memancing tim MURI untuk hadir ke Bokor dan menyerahkan penghargaan.

Selain itu, telah berkali-kali pula Sanggar Bathin Galang ini mempromosikan Kepulauan Meranti di kancah internasional melalui seni budaya. Seperti tak kenal lelah, anggota sanggar ini berangkat ke beberapa negara tetangga dalam membawakan seni budaya melayu sambil mempromosikan apa yang ada di Kota Sagu.

Selain itu, Sanggar Bathin Galang juga berkali-kali menggelar iven bertaraf internasional di Desa Bokor. Banyak undangan yang datang dari Luar Negeri, seperti Malaysia dan Thailand. Bermodalkan seni berteman melalui media sosial, Sopandi berhasil membangun silaturrahmi dengan banyak pelaku seni di luar negeri.

Berkat kedekatan itu pula, beberapa pelaku seni rela membantu dan datang ke Bokor untuk mensukseskan acara dalam rangka mempromosikan daerah ke kancah internasional itu.

"Bukan materi yang kami harapkan. Tapi, tekad yang kuat sebagai putera daerah, kita semua harus memperkenalkan Meranti di mata dunia. Kami mempromosikan Meranti melalui seni," ujar Sopandi di sela-sela istrahatnya, Jumat (6/11/2015).

Sekali-kali Sopandi terlihat menghela nafas panjang sambil menatap ke arah yang sebenarnya tidak punya daya tarik. Sopandi menatap tembok-tembok Kantor PWI Kepulauan Meranti yang menjad rumah persinggahannya ketika ke Selatpanjang.

Melihat gelagat Sopandi yang tak seperti biasanya ini, GoRiau mencoba mencari tahu. "Ade masalah ape Tah,?" tanya awak media ke Sopandi yang sering dipanggil Atah Pandi itu.

"Banyak masalah ni Jal, tak satu-satu," ujar Sopandi.

Merasa penasaran, awak media meminta Sopandi untuk bercerita lebih panjang.

Sopandi pun mulai bercerita.

Menurut Sopandi waktu itu, Ia baru saja mendapatkan masalah baru. Dimana, usai perhelatan Bokor Reggae kemarin, beberapa sponsor yang semula menjanjikan bantuan, dengan alasan tertentu membatalkan (bantuan itu, red). Akibatnya, mereka mempunyai hutang lebih Rp50 juta.

Kata Sopandi, ini bukan kali pertama mereka harus menanggung hutang setelah acara mempromosikan daerah usai.

Seingat Sopandi, tahun 2011 silam, mereka harus membayar hutan setelah perhelatan Fiesta Bokor. Anehnya, sebut Sopandi, acara ini sebenarnya dibiayai APBD Kabupaten Kepulauan Meranti sekitar Rp400 juta lebih. Sepak terjang dinas terkaitlah yang membuat anggaran yang hampir mendekati setengah miliar itu menjadi seperti tidak mencukupi dalam kebutuhan perhelatan Fiesta Bokor.

Kemudian, tambah Sopandi, tahun 2012 silam mereka menggelar Bokor Folklore. Kegiatan ini kembali menggunakan APBD Meranti. Lagi-lagi mereka harus menanggung hutang. "Lupa hutangnya berapa, yang jelas kejadiannya hampir dengan tahun pertama kegiatan yaitu tahun 2011," ujar Sopandi lagi.

Tahun 2013 pula, mereka kembali menggelar kegiatan tahunan. Meski waktu itu Sanggar Bathin Galang tidak mendapat bantuan APBD. "Kita bikin acara meski tidak ada bantuan dar Pemda. Niat kita memang untuk mempromosikan daerah," kata Sopandi.

Kemudian, tahun 2014 dan 2015, Sanggar Bathin Galang kembali mendapat bantuan dana APBD untuk menggelar acara yang mereka kemas dengan acara Pesta Sungai Bokor. Lagi-lagi mereka harus menelan pil pahit. Dimana, anggaran yang di pos kan pada Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga seperti tidak mencukupi untuk menggelar acara. Mereka pun kembali terbelit hutang. Entah apa yang telah diperbuat dinas terkait, sehingga Sanggar Bathin Galanglah yang harus menanggung hutang.

"Lenguk lengak kami mencari dana untuk menutupi hutang-hutang setelah kegiatan," ujar Sopandi lagi.

"Ini lagi, akibat sponsor yang tiba-tiba tidak bisa membantu membuat kita kembal memiliki hutang," tambahnya pula.

Bayar Hutang, Sanggar Jual Aset

Ketika ditanya jalan keluar dari hutang ini, diakui Sopandi, beradasarkan rapat mereka bersama seluruh anggota sanggar, maka disepakatilah mereka akan menjual perangkat sound system lengkap. Sound System ini telah lama menjadi aset sanggar dalam berkarya.

"Awalnya mau menjual seluruh peralatan musik. Tapi, setelah rapat itu disepakatilah hanya sound system lengkap yang akan kita jual," ujar Sopandi.

Dalam mengingat kejadian demi kejadian yang mereka alami, Sopandi berpesan kepada seluruh pelaku seni baik perorang maupun kelompok (sanggar, red) di Kabupaten Kepulauan Meranti, untuk tidak berharap banyak kepada Pemda dalam hal ini Disparpora Kepulauan Meranti. Sebab, mereka sudah banyak kali dibuat kecewa.

Disparpora, menurut penilaian Sopandi, sejauh ini memang tidak ada upaya untuk membina seluruh sanggar yang ada di Kota Sagu. Selain itu, kegiatan-kegiatan di dinas ini juga terkesan mubazir. Dimana, banyak kegiatan yang bersifat habis begitu saja tanpa memberikan feedback yang positif. "Coba diingat-ingat, mana kegiatan Disparpora yang setiap tahunnya memberikan dampak positif untuk daerah pada tahun-tahun berikutnya. Banyak kegiatan yang dibuat itu terkesan asal-asalan," katanya pula.

Untuk itu, kepada pemimpin Meranti yang akan datang, Sopandi berharap ada penyegaran d masing-masing SKPD agar kedepannya dinas betul-betul pada tupoksinya, berbuat untuk mengembangkan daerah bukan untuk mencari keuntungan sepihak.

Ia juga berharap Disparpora kedepan memprogramkan betul-betul pembinaan sanggar di tiap kecamatan. "Tidak usah banyak, satu kecamatan satu saja sanggar seni yang dibina dinas. Selama ini mana ada mereka melakukan itu," ujarnya lagi.

"Kami tidak menyesali apa yang telah terjadi selama ini. In menjadi kita semua untuk lebih giat berkarya tanpa mengharapkan bantuan dari mereka yang tidak berniat mengembangkan seni budaya di daerah," pesan Sopandi diakhir bincang-bincang dengan awak media.

Sekedar informasi, Sound System yang merupakan aset Sanggar Bathin Galang itu akan dijual seharga Rp80 juta masih bisa nego. Untuk informasi lanjut, bagi warga yang mau memiliki Sound System lengkap dan sekaligus membantu perjuangan Sopandi ini, bisa menghubunginya di 08127618505, semoga ada masyarakat yang tergugah hatinya dan membantu. Amiin  (grc)







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE