Jumat, 16 Oktober 2015|15:37:51 WIB
JAKARTA (RRN) - Harian terkemuka China pada Selasa (13/10) menuding Amerika Serikat dan Rusia tengah mengulang permusuhan Perang Dingin mereka karena terlibat dalam baku tembak di Suriah. Harian itu beropini, keduanya mesti sadar bahwa era tersebut sudah berakhir, dan kini justru waktunya mendorong dialog perdamaian.
The People's Daily, koran resmi Partai Komunis di China, berkomentar bahwa dua rival itu nampaknya menggunakan Suriah sebagai ajang kompetisi militer dan diplomasi, layaknya ketika Perang Dingin.
"Amerika Serikat dan Uni Soviet menggunakan segala jenis tindakan diplomatis, ekonomi, dan militer di tanah negara-negara dunia ketiga, bermain begini-begitu untuk meningkatkan pengaruhnya—itu adegan usang dari Perang Dingin," tulis harian tersebut, dilansir dari Reuters.
"Namun kita sekarang ada di abad 21, dan rakyat mesti bersikap terhadap ini!"
Meski biasanya satu suara dengan Rusia di Dewan Keamanan PBB, tentang isu Suriah, China telah mengutarakan perhatiannya terhadap campur tangan dalam hubungan internal Suriah, dan berkali-kali menyerukan solusi politik.
Awal Oktober, Rusia mulai meluncurkan serangan udara di Suriah. Peningkatan dramatis keterlibatan Rusia dalam konflik sipil itu dikritik Barat sebagai usaha mendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad, ketimbang menggempur ISIS seperti yang selama ini dikemukakan Rusia.
Amerika Serikat dan koalisinya juga telah lama membombardir Suriah demi membasmi ISIS. Namun berbeda dengan Rusia, AS mendukung kelompok pemberontak moderat yang merupakan oposisi Assad.
Masih menurut The People's Daily, tak ada yang boleh diam saat Suriah dijadikan ajang perang, dan upaya-upaya menuju penyelesaian krisis ini secara damai jangan sampai mengendur.
"Masyarakat internasional, terutama negara-negara besar dengan pengaruh yang sama besar, harus benar-benar menyadari kebutuhan darurat nan mendesak demi mencapai solusi politik bagi isu Suriah," tegasnya.
Komentar itu diterbitkan di bawah nama pena "Zhong Sheng", yang berarti "suara China". Nama itu biasa dipakai kala memberi pandangan terhadap kebijakan luar negeri China.
Negara yang menggantungkan kebutuhan minyaknya kepada Timur Tengah itu telah berulang kali menyerukan resolusi politik, dan mengingatkan bahwa tindakan militer tak bisa menghentikan krisis Suriah. (stu/fn)