Senin, 12 Oktober 2015|13:57:03 WIB
JAKARTA (RRN) - "Hati kami hancur, kami hidup terpisah dan kini kami hidup tanpa harapan," begitulah sepenggal lirik dari lagu yang dulu sering dinyanyikan oleh Xate Shingali, penyanyi wanita dari kaum minoritas Yazidi di Irak.
Shingali tak pernah menyangka bahwa lagu folk yang dia nyanyikan itu akan menggambarkan kehidupan warga Yazidi saat ini. Hanya sekitar satu tahun setelah video lagu itu diunggah ke situs YouTube, kelompok militan ISIS meluncurkan teror dan serangan di provinsi Sinjar, yang merupakan rumah bagi kaum minoritas Yazidi.
Shingali kini tak lagi bernyanyi. Dia saat ini memimpin Brigade Matahari, unit militer pasukan Peshmerga Kurdi yang terdiri dari para perempuan. Melepaskan profesi lamanya, Shingali memilih untuk ikut angkat senjata, bertempur melawan kelompok militan yang melakukan pembunuh masal kepada kaum Yazidi.
•
"Tidak seharusnya ada pembunuhan di dunia ini. Dalam kitab Yazidi disebutkan manusia harus memiliki hati yang bersih. Setiap orang harus melakukannya," tutur Shingali, dikutip dari CNN, Rabu (7/10).
Shingali menyatakan kekejaman ISIS membuat dia dan rekan-rekannya tak memiliki pilihan lain selain ikut bertempur. "Apa yang akan Anda lakukan ketika tak ada yang dapat membela diri dan keluarga?," ujar Shingali.
ISIS menganggap kaum Yazidi sebagai kaum yang sesat dan ingin menghancurkan mereka. Kaum minoritas di Irak ini memiliki kepercayaan bahwa mereka dijaga oleh malaikat merak.
Serangan ISIS terjadi pada Agustus 2014, membuat ribuan warga Yazidi terpaksa melarikan diri saat militan ISIS menyerang tempat tinggal mereka di wilayah Sinjar dan memaksa mereka untuk masuk Islam.
Ratusan orang tewas dalam serangan tersebut, dan banyak perempuan dan anak perempuan diculik dan dijual sebagai budak.
Berbagai cerita memilukan dari para wanita yang berhasil melarikan diri dari cengkaraman ISIS menjadi bukti yang memicu kemarahan mereka cukup beruntung karena terhindar dari serangan tersebut, atau berhasil kabur dari cengkeraman ISIS.
Kemarahan itu, dan tekad untuk mengambil tindakan demi membela orang-orang Yazidi, menginspirasi Shingali untuk menciptakan Brigade Matahari.
"Kami Yazidi. Kami adalah perempuan. Dan kami akan menghancurkan kalian dan siapa saja yang menyentuh perempuan kami dan mengotori tanah kami," kata salah satu prajurit Brigade Matahari.
"Kami Peshmerga dan kami akan mengawasi siapa pun yang menyentuh wanita kami. Anda tidak akan pernah bisa merenggut kehormatan kami," katanya melanjutkan.
"Kami akan membebaskan tanah air kami," kata prajurit wanita lainnya.
Tak pernah terlintas di benak para wanita Yazidi ini untuk menjadi prajurit dan mengangkat senjata. "Tapi setelah Daesh (ISIS) datang ke Sinjar, kami tinggalkan pekerjaan kami, sekolah kami, semuanya," kata salah satu prajurit wanita Brigade Matahari yang tak disebutkan namanya.
"Ini bukan soal uang atau pun kekuasaan. Ini soal melindungi tubuh kami sebagai wanita," katanya melanjutkan.
Belum pernah pegang senjata
Sebelum mendaftar sebagai prajurit Brigade Matahari, para perempuan ini mengaku mereka bahkan belum pernah memegang senjata. Tapi relawan wanita yang ingin menjadi prajurit sangat banyak.
"Banyak perempuan dan anak perempuan menghubungi kami, ingin bergabung. Kami harus menemui ayah dan ibu mereka untuk meminta izin, dan mereka mengatakan, 'Ya, itu anak perempuan saya, kalian dapat menyuruh mereka berjuang di mana saja'," kata Shingali.
"Semua keluarga bangga jika anak mereka bergabung dengan Peshmerga," kata Shingali.
Brigade Matahari kini sedang menjalani pelatihan dasar. Mereka belum akan ditempatkan di garis depan pertempuran. Meski demikian, tujuan utama pembentukan Brigade Matahari adalah untuk membantu mendukung pasukan Kurdi untuk merebut kembali wilayah yang hilang direbut ISIS.
"Daesh akan takut kepada kami, karena kami akan berjuang sebagai Peshmerga dan memerangi mereka secara langsung," kata salah seorang prajurit wanita.
Para prajurit wanita yang masih menerima latihan militer ini, menyatakan alasan mereka bergabung, "Untuk menyelamatkan keluarga kami, kota kami, tubuh kami. Untuk menyelamatkan diri orang yang ingin membunuh kami, dan ingin menyelamatkan diri kami sendiri."
"Saya adik dari gadis-gadis yang kalian tangkap, putri dari ibu yang kalian tawan," kata salah satu prajurit ketika diminta memberikan pesan kepada ISIS dan pemimpinnya, Abu Bakr al-Baghdadi.
Shingali menyatakan dia tidak memikirkan risiko kematian atau terluka di medan perang. Dia hanya memiliki satu tujuan: membebaskan mereka yang diculik atau mengalami perkosaan brutal oleh ISIS.
"Suatu hari Anda akan kembali ke keluarga Anda, kami tidak akan menyerah," ucap Shingali. (ama/stu/fn)