Kamis, 01 Oktober 2015|12:58:59 WIB
JAKARTA (RRN) - Bendahara Pengeluaran Setjen Kemenag Wardasari Gandhi menyebut dana operasional menteri (DOM) untuk Menteri Agama sebesar Rp 100 juta setiap bulan. Uang itu digunakan untuk kepentingan dinas bagi menteri.
Warda menjelaskan anggaran yang berada di Setjen Kemenag meliputi 6 biro dan dua pusat. Dia menyebut yang boleh menggunakan hanyalah pimpinan yaitu menteri dan pejabat eselon I. "Untuk anak menteri boleh? Ada DOM juga? Untuk apa sih DOM itu? Kalau buat pribadi boleh?" tanya jaksa penuntut umum pada KPK, Abdul Basir kepada Warda dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2015).
"Tidak, Pak. Ada, (DOM) per bulan 100 juta. (Penggunaan DOM) untuk mendukung kegiatan Pak Menteri berkaitan dengan dinas. Menurut aturan tidak boleh (digunakan untuk pribadi)," jawab Warda.
Dalam surat dakwaan sendiri disebutkan bahwa SDA mendapatkan DOM yang bersumber dari APBN saat menjabat sebagai Menag periode 2009-2014. Setiap DOM dicairkan oleh Abdul Ghany Abubakar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), SDA memerintahkan Rosandi atau Saefuddin A Syafi'i atau Amir Jafar untuk membayarkan sebagian DOM kepada pihak-pihak tertentu menyimpang dari tujuan diberikannya DOM yaitu untuk menunjang kegiatan yang bersifat representatif, pelayanan, keamanan dan biaya kemudahan serta kegiatan lain guna melancarkan pelaksanaan tugas.
Jaksa penuntut umum pada KPK juga merinci penggunaan DOM sebesar Rp 12,43 juta digunakan SDA untuk pengobatan anaknya. Selain itu disebutkan pula DOM itu digunakan untuk biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi dan akomodasi untuk ke Australia untuk mengunjungi anaknya Sherlita Nabila sebesar Rp 226,8 juta.
Ada pula dalam dakwaan yang menyebut DOM dipakai untuk membayar pajak pribadi, langganan TV kabel, perpanjangan STNK Mercedes Benz dan urus paspor cucu. Kemudian ada pula disebutkan penggunaan DOM dalam rangka liburan ke Singapura sebesar Rp 95,3 juta.
Namun SDA membantah seluruh dakwaan tersebut. Dia sempat menuding bahwa anak buahnya yang bernama Saefuddin A Syafi'i yang menyalahgunakan DOM tersebut. SDA sendiri didakwa melakukan tindak pidana korupsi pada pengurusan ibadah haji termasuk menyelewengkan DOM dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1,8 miliar.
Kemudian, jaksa juga mendakwa kerugian negara secara keseluruhan merugi akibat sejumlah penyimpangan seperti penunjukan petugas haji, penyewaan pemondokan jemaah haji, pengangkatan petugas pendamping Amirul Hajj serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 Saudi Riyal.
Perbuatan SDA diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (teu/dtc)