Prinsip Pengembang: Kalau Bisa Jual Rp 2 M Buat Apa Jual Rp 1 M

Prinsip Pengembang: Kalau Bisa Jual Rp 2 M Buat Apa Jual Rp 1 M

Senin, 28 September 2015|15:33:03 WIB




JAKARTA (RRN) - Investasi di bidang properti masih dianggap sebagian masyarakat yang paling aman dan menguntungkan. Alasannya harga properti hampir tak pernah mengalami penurunan harga, dan sebaliknya selalu naik.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengungkapkan, harga properti tak selamanya manis ketika properti sudah dijual ke pasar sekunder atau hunian bekas.

Artinya harga yang dibeli konsumen tak selamanya bisa sama atau melebihi harga saat mereka jual lagi, terutama saat pasar sedang lesu seperti saat ini. Hal ini karena pengembang menjual harga di pasar primer (hunian baru) yang di luar dari semestinya atau over value.

"Banyak orang bilang properti tidak pernah jatuh. Dalam siklus alamiah, itu tidak naik terus, di beberapa lokasi saya lihat tahun 2010-2012 terjadi over value karena harga naik tak terkendali. Tapi itu bukan bubble, itu over value, ketika pengembang menjual lebih mahal dari harga semestinya," jelas Ali dalam diskusi PPnBM Sudah Tepat atau Blunder, di Hotel The Hive Hotel, Cawang, Jakarta, Sabtu (26/9/2015).

Over value kerap terjadi karena pengembang yang ambil untung besar dari margin penjualan proyek propertinya. Di sisi lain, meski harga dari pengembang tinggi, dalam kondisi ekonomi yang baik, properti hampir pasti selalu laku dibeli.

"Pengembang ini sifatnya kalau dia bisa jual Rp 2 miliar ngapain jual Rp 1 miliar. Kalau dia bisa jual Rp 3 miliar ngapain jual Rp 2 miliar, dan itu hampir pasti ada yang beli, meski mahal sah-sah saja," ungkapnya.

Hal sebaliknya, ketika pembeli ingin menjual kembali propertinya, harga jual hampir tak bisa lebih tinggi dari yang dijual pengembang, atau setidaknya menyamai harga saat dia membeli properti dari pengembang.

"Saya beli misalkan harga Rp 2,7 miliar, beberapa tahun kemudian, ketika kita bicara di pasar sekunder tidak bisa kita jual Rp 2,7 miliar sama kaya yang pengembang jual. Kita jualnya Rp 2,3 miliar," ujar Ali.

Menurut Ali, kondisi ini terjadi bukan karena pasar properti yang lesu akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi seperti saat ini.

"Ini karena pengembang keasyikan jual dengan naikkan harga tinggi, sementara market belum bisa serap dengan baik, itu yang saya sebut over value. Contohnya di Kelapa Gading harga turun. Kalau pertumbuhan ekonomi rendah hanya pemicu saja," pungkasnya.
(hen/hen/fn)







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita EKONOMI

MORE

MOST POPULAR ARTICLE