Tunanetra
Kegiatan siswa di sekolah. Foto: RR

Tunanetra

Jumat, 03 Juni 2022|20:01:11 WIB




Penulis:
Meysa Andriani NPM: 206910245
Fehmita Miranti NPM: 206910116
Lestari Dewi Sanda NPM: 206910394
Annisa Hasdianti NPM: 206910235


RADARRIAUNET.COM: Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang berkelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 ayat 1 yaitu:

“Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Ketetapan dalam Undang- undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.

Anak dengan Kebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. ABK mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Mengacu pada undang-undang tersebut, sudah selayaknya siswa berkebutuhan khusus mendapat kesempatan belajar yang sama dengan siswa lainnya.

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan.

Untuk bisa memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab kelainan, dampak
psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak berkelainan.

Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang keberadaan anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak tunanetra sebagai sosok individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal.

Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan di sekolah harus menyediakan sarana belajar yang sesuai kurikulum sekolah.

Anak berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat memiliki kelainan dalam hal fisik, mental, atau sosial.

Sebagai individu yang memiliki kekurangan maka mereka pada umumnya sering dianggap kurang memiliki rasa percaya diri dan cenderung menutup diri dari lingkungannya.

Pandangan masyarakat yang kurang positif juga justru menambah beban permasalahan bagi para penyandang cacat.

Sebenarnya dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada mereka harus disikapi secara positif agar mereka dapat dikembangkan potensinya seoptimal mungkin dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi keluarga, lingkungan, masyarakat, serta pembangunan bangsa.

Tugas guru dalam proses pembelajaran adalah “memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri”.

Oleh karena itu, untuk pengembangan SLB yang semakin bermutu maka diperlukan penataan dan peningkatan ketenagaan yang profesional.

Masalah pokok dalam penelitian yang dilakukan terhadap siswa berkebutuhan khusus ini terletak pada pelaksanaan pembelajaran siswa terutama saat pandemi Covid-19 melanda negeri.

Sejak pandemi merebak, sejumlah metode pembelajaran terus didesain agar siswa tetap dapat belajar.

Berbagai penyesuaian serta metode diracik demi mendukung kegiatan belajar mengajar, termasuk menggunakan media pembelajaran online dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

Banyak sekali media belajar online yang menawarkan berbagai fitur pembelajaran. Namun tidak semuanya fleksibel untuk disabilitas khususnya peserta didik tunanetra.

Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi siswa dan guru tunanetra dalam menjalani pembelajaran saat kasus Covid-19 mengalami peningkatan.

Kepala Sekolah Pekanbaru Lab School, Widiono Javawinthsa mengatakan, anak-anak autis harus diberikan wadah untuk menampilkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya.

Widi juga berharap dukungan dari berbagai pihak. Dengan demikian anak autis khususnya di Riau bisa lebih mendapatkan tempat dan menunjukkan potensi yang dimilikinya.

Widiyono menambahkan anak-anak autis bisa berkembang dengan baik dan mampu menggapai potensi dengan maksimal apabila dilatih dan dididik secara baik dan konsisten.

Dia menambahkan sangat mengapresiasi semua pihak yang memberikan perhatian penuh terhadap perkembangan anak berkebutuhan khusus di Riau pada umumnya, dan Kota Pekanbaru pada khususnya.

"Semoga kerjasama yang terjalin baik dari berbagai pihak akan menciptakan kondisi yang akan membantu perkembangan anak-anak autis yang lebih baik dan berprestasi dengan memaksimalkan semua potensi yang dimiliki," kata widi saat ditemui di Pekanbaru.

Ketenagaan yang profesional akan menentukan berhasil atau tidaknya pengembangan sekolah luar biasa.

Dengan demikian bila mengharapkan untuk mewujudkan SLB yang berkembang sesuai dengan yang diharapkan maka pembinaan masalah ketenagaan untuk menjadi tenaga yang profesional, tidak dapat ditawar-tawar lagi, bahkan hendaknya menjadi prioritas utama sebelum mengembangkan bidang-bidang lainnya.

Perlu diketahui, sejumlah klasifikasi tunanetra diantaranya:

1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan:
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir
b. Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil
c. Tunenatra pada usia sekolah atau pada masa remaja
d. Tunanetra pada usia dewasa
e. Tunanetra dalam usia lajut.
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan:
a. Tunanetra ringan
b. Tunanetra setengah berat.
c. Tunanetra berat.
3. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata:
a. Myopia, adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.
b. Hyperopia, adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina.
c. Astigmatisme, adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidak beresan pada kornea mata.

Tunanetra fisik juga perlu diperhatikan. Keadan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.

Perbedaan nyata diantaranya mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.

Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.
b. Perilaku
1) Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang mengalami gangguan penglihatan dini antara lain; berkedip lebih banyak dari biasanya. menyipitkan mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
2) Adanya keluhan-keluhan antara lain : mata gatal, panas, pusing, kabur atau penglihatan ganda.
c. Psikis.
1) Menta/Intelektual
Tidak berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pda batas atas sampai batas bawah.
2) Sosial
Kadangkala ada keluarga yang belum siap menerima anggota keluarga yang tuna netra sehingga menimbulkan ketegangan/gelisah di antara keluarga. Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.
2. Low Vision
Ciri-ciri antara lain :
a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat
b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar
c. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.
Alat Pendidikan
1. Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra terdiri dari : Alat pendidikan khusus, alat Bantu peraga dan alat peraga.
a. Alat Pendidikan Khusus:
Reglet dan pena, Mesin tik Baille, Printer Braille, abacus
b. Alat Bantu
Alat bantu perabaan (buku-buku, air panas/dingin, batu dan sebagainya).
Alat Bantu pendengaran (kaset, CD, talkingbooks)
c. Alat Peraga
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran.(patung hewan, patung tubuh manusia , peta timbul)
2. Low Vision
Alat Bantu pendidikan bagi anak low vision terdiri dari alat Bantu optic, alat Bantu kacamata, kaca mata pembesaran dan alat peraga.
a. Alat Bantu Optik :
Kaca mata
Kaca mata perbesaran
Hand magnifer
b. Alat Bantu
Kertas bergaris besar
Spidol hitam
Lampu meja
Penyangga buku
c. Alat Peraga
Gambar yang diperbesar
Benda asli yang diawetkan
Patung / benda model tiruan

Pekanbaru Lab School sebagai organisasi yang memperhatikan pendidikan tunanetra, selalu memberikan stimulus agar para tunanetra mencari cara-cara yang baru dalam memperoleh pendidikan.

Salah satunya adalah memberikan informasi tentang pilihan cara belajar yang aksesibel bagi tunanetra.

Sejumlah media dapat dimanfaatkan untuk menunjang pendidikan siswa tersebut diantaranya, Radio dengan Program Berbasis Edukasi.

Salah satu teknologi media komunikasi yang masih banyak diminati oleh masyarakat, tak terkecuali tunanetra ialah radio. Nah, yang mungkin belum banyak diketahui.

Pada stasiun radio tertentu umumnya memiliki program-program yang berbasis edukasi.

Jika diperhatikan, terdapat stasiun radio yang menyajikan acara siaran berupa informasi tentang pendidikan, acara hiburan yang mendidik atau belajar tentang pendidikan sekolah anak tunanetra.

Bahkan, ada juga radio yang memiliki aplikasi dan website yang dapat diakses dengan mudah dan dirancang khusus untuk modul pembelajaran bagi pengajar dan peserta didik tunanetra.

Radio yang merupakan media komunikasi berbasis suara dalam seluruh siarannya, tentu menjadi media yang sangat aksesibel bagi tunanetra.

Sekolah Pekanbaru Lab School yang beralamat di Jalan Taman Sari Nomor 30 Pekanbaru memberikan layanan terapi dan edukasi khusus pada anak-anak dengan gangguan perkembangan.

Seperti autisme, sindroma rett, sindroma asperger, gangguan fungsi bicara dan berbahasa, pemusatan perhatian dan hiperaktif serta ganguan perilaku, gangguan belajar seperti gangguan membaca, menulis dan berhitung, memori, atensi, dan anak dengan gangguan fungsi otak seperti palsi serebral, sindroma down, dan retardasi mental.

Pimpinan Sekolah Pekanbaru Lab School Pekanbaru Widiyono Javawinthsa menjelaskan, sekolah Pekanbaru Lab School menyediakan tempat untuk 30 anak autis dengan rentang usia 6-17 tahun.

Sebagai mitra program kemitraan masyarakat, Sekolah Pekanbaru Lab School bersiap menuju era revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan.

“Yakni pemilihan metode pembelajaran yang baik sehingga meningkatkan keterampilan mengajar guru dengan cara memperbarui kurikulum yang berintegrasi dengan teknologi terutama teknologi robot.

Meningkatkan peran guru dalam pembelajaran secara aktif untuk membimbing anak autis dengan cara melanjutkan pendidikan guru ke pendidikan yang lebih tinggi dan memfasiltasi guru dalam kegiatan pelatihan tentang anak autis,” ujarnya.

Selain itu, menambah guru sebagai pendidik dan sesuai dengan kompentensi dan keahlian masing-masing guru terhadap tipe atau karakter anak penyandang autis.

Penambah fasilitas ruangan kelas dan ruangan terbuka serta menambahkan media terapi dengan memberikan unsur teknologi Humanoid Robot. RR

Dosen Pengampu: Dea Mustika, S.Pd., M.Pd







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE