Hamdani Dipecat, Firdaus Untung
Ketua DPRD Hamdani dan Walikota Pekanbaru Firdaus. Foto: KR

Hamdani Dipecat, Firdaus Untung

Kamis, 28 Oktober 2021|13:30:26 WIB




RADARRIAUNET.COM: Pengamat Politik Pemerintahan Riau, Dr Tito Handoko S IP, M Si, menilai konflik yang terjadi di internal DPRD Kota Pekanbaru hingga muncul keinginan menggantikan posisi Ketua DPRD, Hamdani, menguntungkan posisi Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru.

DPRD, kata Tito, semestinya menjadi tempat berkumpul para wakil rakyat yang semestinya memperjuangkan hak-hak rakyat, namun yang terjadi malah sebaliknya.

"DPRD seharusnya merefleksikan kepentingan konsituennya, bukan partai atau kelompok. Tapi, nampaknya kepentingan kelompok lebih dikemukakan," ujar Tito menyitat goriau.com Rabu 27 Oktober 2021.

Disinggung apakah ini ada kaitannya dengan posisi menantu Wali Kota Pekanbaru, Firdaus, yakni Ginda Burnama.

Menurut Tito, hal itu tak menutup kemungkinan dan biasa terjadi, apalagi secara regulasi juga diperbolehkan.

"Itu kan sudah menjadi perintah UU, bahwa pimpinan DPRD berasal dari partai yang meraih suara terbanyak. Tapi, kalau idealnya, kan semua anggota wajib mengutamakan kepentingan rakyat," tuturnya.

Padahal, kata Tito, jika semua anggota DPRD bisa mengutamakan kepentingan rakyat, dia yakin internal DPRD akan solid dan bisa menjalankan tupoksi

DPRD, terutama dalam hal pengawasan. Dia mencontohkan, saat ini isu yang sedang hangat adalah pemotongan gaji honorer.

DPRD secara kelembagaan tidak menunjukan sikap penolakan, padahal ini menyangkut hidup orang banyak.

"Ada anggota yang menolak, tapi secara kelembagaan kan tidak, harusnya DPRD bisa menggunakan hak interpelasinya. Perpecahan ini membuat fungsi dewan lemah, akhirnya semua keputusan Wali Kota berjalan tanpa ada hambatan," terangnya.

Lebih jauh, Tito menyebut konflik ini harus bisa menjadi pembelajaran bagi politisi-politisi muda, termasuk Ketua DPRD, Hamdani.

Sehingga, kedepannya lebih terbiasa dengan dinamika perpolitikan yang rumit begini.

"Seberapa sanggup dia mampu menyelesaikan masalah ini, supaya kedepan lebih terbiasa. Karena yang namanya DPRD, itu jadi tempat berkumpul politisi dari partai politik. Semua itu sarat dengan kepentingan," tuturnya.

Kasus ini bermula dari buntut laporan kedua unsur pimpinan DPRD Kota Pekanbaru yakni Hamdani dan Nofrizal serta 13 anggota DPRD Pekanbaru ke Pemerintah Provinsi Riau terkait dugaan pelanggaran penerapan Perda APBD Kota Pekanbaru tahun 2021, Badan Kehormatan (BK) DPRD Pekanbaru membacakan laporan keputusan melalui Rapat Paripurna.

Pembacaan keputusan oleh BK DPRD Kota Pekanbaru disampaikan setelah rapat paripurna penetapan keanggotaan tiga panitia khusus DPRD Kota Pekanbaru pembahasan enam rancangan Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru.

Bahkan, jelang pembacaan hujan interupsi silih berganti tak kala para anggota dewan akan memberikan masukan kepada pimpinan sidang hingga suasana rapat tampak memanas.

Sebagian dewan dari Partai PDI-P, Gerindra, Golkar menyarankan agar pembacaan keputusan BK DPRD disampaikan secara terbuka.

Namun, beberapa kader dari PKS menyarankan untuk ditunda atau skors hingga akhirnya keputusan tetap disampaikan meskipun dengan pengecualian.

Namun, saat hendak dibacakan perihal putusan ini, seluruh tamu undangan tanpa terkecuali diminta untuk meninggalkan ruangan paripurna.

Alhasil, laporan BK terkait dengan pelanggaran yang telah dilakukan unsur pimpinan dan anggota pun hanya bisa didengar oleh para anggota dewan yang hadir di dalam ruangan.

Meski begitu, Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Hamdani ditemui usai rapat paripurna mengatakan bahwa putusan yang telah disampaikan oleh BK DPRD Pekanbaru telah disepakati untuk tidak disampaikan ke publik.

“Tadi sesuai kesepakatan bersama hanya untuk internal DPRD saja. Tidak untuk konsumsi publik. Tentu harus dihargai lah keputusan bersama tersebut,” kata Hamdani.

Sebelum putusan dibacakan, Hamdani secara terbuka memang menyampaikan permintaan maaf kepada para pimpinan dan anggota DPRD Kota Pekanbaru. Hal tersebut, Ia sampaikan di sela-sela hujan interupsi para anggota dewan.

“Saya mohon maaf jika dalam tingkah laku memimpin DPRD ini belum sesuai harapan. Ke depan mari sama-sama memperbaiki untuk semua. Saya manusia biasa, bisa salah dan bisa khilaf,” ujarnya.

Hamdani menyampaikan, ucapan terima kasih atas atensi seluruh anggota dewan. Ke depan, ia menyebut akan merubah sikap serta mohon tunjuk ajar dan asihat dari para pimpinan yang lain dan anggota.

“Semua orang-orang yang duduk di DPRD ini adalah orang hebat. Saya minta masukan dan nasihat karena bagi saya ini menjadi sebuah pelajaran. Ke depan saya akan memperbaikinya dan saya tidak akan anti kritik ataupun otoriter,” pungkasnya.

Sebelumnya Dapot Sinaga dalam interupsinya menyarankan agar pimpinan dan anggota dewan yang lain dapat mendengarkan putusan dari BK DPRD Pekanbaru.

“Ini Marwah PDI-Perjuangan. Karena disitu Ketua BK DPRD Pekanbaru nya kader PDI-P. Jadi biarkan saja BK membacakan putusan itu,” katanya.

Di tempat yang sama Masni Ernawati menambahkan Ketua DPRD Pekanbaru, Hamdani hanya membuang-buang waktu saja. Padahal jika dibacakan, maka rapat paripurna bisa segera berakhir.

“Ketua buang-buang waktu saja. Hasil keputusan itu kan hanya dibacakan, bukan hasil persetujuan dan kesepakatan. Waktu habis keputusan tak ada. Setelah dibacakan, kan bisa lobi sana, lobi sini. Jadi bacakan sajalah putusan dari BK,” ungkapnya.

Sementara itu, Firmansyah mewakil Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak jika putusan tersebut dibacakan secara terbuka.

“PKS menolak untuk dibacakan putusan itu. Ini demi azas keadilan,” tegas Firmansyah.

BK Dinilai Semena-mena

Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pekanbaru dinilai tidak bisa semena-mena membuat kebijakan pencopotan Ketua DPRD, Hamdani.
Hal itu diutarakan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Rawa El Amady.

Pencopotan hanya bisa dilakukan BK jika Hamdani terbukti melanggar hukum pidana atau perdata.

Diketahui, pada Senin 25 Oktober 2021 DPRD Pekanbaru melakukan rapat paripurna dengan dua agenda sekaligus, yaitu membacakan keputusan BK atas pencopotan Hamdani dari kursi ketua.

"Yang pertama itu melakukan tindakan korupsi, kedua tindakan asusila atau tindak pidana lainnya. Kalau tidak ada ya gak bisa (diberhentikan)," kata Rawa, sapaan akrabnya.

Rekomendasi pencopotan hanya karena diduga ada pelanggaran kode etik saja, namun BK DPRD Pekanbaru seharusnya bisa menjabarkan mana kode etik yang dilanggar tersebut.

"BK harus bisa menjelaskan pelanggaran apa yang dilakukan Hamdani, karena yang bisa berhentikan Hamdani hanya partainya dan jika melanggar hukum," terangnya menyitat riaumandiri.

Rawa menganggap BK DPRD Kota Pekanbaru ikut bermain politik jika alasan pencopotan Hamdani tidak memiliki alasan yang kuat.

"Kalau tidak ada alasan yang kuat seperti itu, diyakini BK ikut bermain politik dalam keputusan itu," sambungnya.

Hamdani bisa menuntut balik BK DPRD Pekanbaru jika rekomendasi BK DPRD Pekanbaru ditolak atau dikembalikan oleh Gunernur Riau.

"Hamdani bisa melaporkan mereka (BK) sebagai tindakan tidak menyenangkan dan melanggar hukum, dan itu pidana bukan perdata," katanya mengakhiri.

BK Ungkapkan Alasan

Badan Kehormatan (BK) DPRD Pekanbaru, Riau, merekomendasikan pemecatan terhadap Hamdani sebagai Ketua DPRD. BK menjelaskan sederet pertimbangan hingga mengusulkan pemecatan terhadap Hamdani.

"Pelanggaran terberat bilang APBD tak sah Agustus lalu. Dia sendiri yang pimpin, dia yang laporkan ke gubernur tidak sah," kata Ketua BK DPRD Pekanbaru, Ruslan Tarigan.

Politikus PDIP itu mengaku tidak habis pikir dengan atas Hamdani. Apalagi, katanya, APBD 2021 itu sudah disahkan dan sudah direalisasikan.

"Bagaimana mau dikembalikan itu semua, apakah yang kita makan haram? Uangnya sudah dipakai untuk bayar gaji THL, ya kan kacau seperti ini," kata Ruslan.

Dasar keputusan, ada 22 alat bukti, pelapor 13 orang, serta saksi ahli 2 orang dari ahli hukum tata negara dan ahli administrasi negara. Dia menyebut Hamdani tidak membantah hal yang dituduhkan.

Dia juga mengatakan Hamdani bersalah terkait pembatalan RPJMD, menganulir rapat yang sudah dijadwalkan dan disepakati bersama, serta tidak berkomunikasi dengan lintas fraksi.

Dia menyebut ada dua kali mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Hamdani selama menjabat.

"Kita menyatakan dia melanggar sumpah jabatan, mementingkan kepentingan dari kelompok. Ya tidak bisa, dia Ketua DPRD untuk semua, bukan kelompok. Dahulukan kepentingan bersama, kepentingan orang banyak," kata Ruslan menyitat detik.

Rekomendasi dibacakan dalam rapat paripurna yang digelar pada 25-26 Oktober dini hari. Dalam rapat diputuskan beberapa pelanggaran yang dilakukan Hamdani.

Rekomendasi pemberhentian Hamdani dini hari itu disebut dihujani interupsi. Di mana partai pengusung, PKS, menolak keputusan dibacakan dalam rapat tertutup malam itu.

Di sisi lain, anggota DPRD Pekanbaru yang hadir rapat minta keputusan tetap dilanjutkan. Hamdani yang memimpin rapat tak mengisi absen hadir.

Rapat paripurna hingga dini hari itu punya dua agenda. Pertama pembentukan keanggotaan tiga pansus. Kedua, laporan keputusan BK yang digelar tertutup hingga memutuskan rekomendasi Hamdani untuk dipecat.

Fraksi PKS Temukan Kejanggalan

Rekomendasi Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pekanbaru terhadap pencopotan Hamdani dari kursi ketua dianggap tak sesuai aturan.

Bahkan, rekomendasi itu bertentangan dengan aturan Peraturan DPRD Kota Pekanbaru Nomor 1 Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pekanbaru.

Di mana dalam Bagian Kedua Tata Cara Pengaduan Pasal 9 ayat (3) berbunyi bahwa pengaduan yang diajukan memiliki waktu 7 hari setelah kejadian.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M Sabarudi menilai bahwa dari pasal itu saja rekomendasi dari BK DPRD Pekanbaru sudah tidak cacat.

"Putusan ini bertentangan dengan aturan hukum. Pelanggaran terkait keputusan, BK harusnya tidak melanjutkan proses persidangan karena aduan yang disampaikan ke BK itu sudah kadaluarsa," terang Sabarudi.

Kemudian, dalam pasal 11 dibunyikan bahwa pengaduan diajukan ke pimpinan DPRD dengan temusan kepada BK DPRD.

"Proses ini tidak pernah dapat (oleh) Hamdani sebagai Ketua DPRD," sambung Sabarudi.

Pelanggaran rekomendasi BK DPRD Pekanbaru ini juga dapat dilihat dari pasal 22 dimana BK DPRD melakukan rapat dengan fraksi teradu untuk menentukan apakah pengaduan dilanjutkan ke jenjang persidangan atau tidak.

"Saya memang dipanggil, dan saya datang, pengaduan itu tidak perlu dilanjutkan dengan alasan bahwa aduan sudah kadaluarsa," paparnya.

Rekomendasi BK DPRD Pekanbaru ini dilangsungkan dalam rapat paripurna pada Senin 26 Oktober malam dengan dua agenda yakni Penetapan Pansus 6 Ranperda Kota Pekanbaru dan Pembacaan Keputusan BK DPRD Pekanbaru.

Pertemuan pada malam itu berlangsung alot. Hasil keputusan BK adalah memberhentikan Politisi PKS ini dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Pekanbaru.

Di mana rekomendasi tersebut berdasarkan beberapa aduan yang masuk ke BK DPRD Pekanbaru yang diduga melanggar kode etik.

"Banyak hal yang janggal, seperti dipaksakan. Pelanggaran (rekomendasi BK) itu terlihat jelas (seharusnya) aturan hukum yang ditegakkan BK sendiri," katanya mengakhiri.

 

RR/RMC/GRC/Detik







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE