DPRD Riau Jadwal Ulang Pemanggilan Lippo Group
Komisi III DPRD Riau Melakukan Hearing dengan Pihak Lippo Group Terkait hotel Aryaduta. Foto: Humas'

DPRD Riau Jadwal Ulang Pemanggilan Lippo Group

Rabu, 22 Januari 2020|15:50:36 WIB




RADARRIAUNET.COM: Komisi III DPRD Riau tetap meminta menutup sementara hotel Aryaduta jika tidak ada titik temu antara Lippo Group selaku pemilik hotel Aryaduta dengan Pemprov Riau sebagai pemilik lahan.

Penegasan itu disampaikan disampaikan usai Komisi III DPRD Riau menggelar rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau, Karmila Sari. Sekretaris Komisi III Eva Yuliana menuturkan, pihaknya sudah menerima surat dari Biro Ekonomi Pemprov Riau, dan akan menunggu hingga tanggal 31 Januari ini untuk memutuskan bagaimana kerjasama dengan Lippo Karawaci ini.

"Jadi kalau sampai tanggal 31 Januari tidak ada kepastian, kita harus tegas, kita mau tegas, kita ingin serius akan hal ini," kata Eva Yuliana.

Eva menambahkan, bila diperlukan, dalam hearing yang akan dilakukan selanjutnya, komisi III DPRD Riau akan memanggil gubernur Riau untuk mengetahui lebih dalam terkait persoalan ini.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau Karmila Sari mengatakan, selama ini pendapatan Pemprov atas lahannya yang dipakai Aryaduta hanya diambil angka minimal dari Lippo yakni Rp 200 juta per tahun.

"Kita sudah terlalu sabar menunggu kehadiran direksi atau komisaris dari Lippo Group guna membahas addendum kontrak kerjasama Pemprov dengan Lippo Group. Jadi kita akan ambil langkah tegas jika 31 Januari nggak ada kejelasan," cakapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Riau James Pasaribu menjelaskan, dengan sistem kerja sama BOT (Build Operate Transfer), dimungkinkan untuk melakukan addendum atau merubah kontrak. Maka dari itu, DPRD Riau terus melakukan pemanggilan kepada Lippo Group untuk mengubah isi kontrak yang diawal membolehkan Lippo Karawaci memberikan deviden sebesar Rp 200 juta.

Anggota Komisi III yang lain, Sofyan Siroj Abdul Wahab mengatakan, pada dasarnya komisi III mempunyai perhatian serius terhadap PAD Pemprov Riau agar keadilan dan kesejahteraan masyarakat Riau terwujud melalui PAD.

"Kita berkomitmen untuk meningkatkan PAD, maka mindset Pemprov Riau diharapkan berubah sejalan dengan komisi III untuk mendapatkan hasil PAD yang maksimal. Jadi kita minta Pemprov juga serius, salah satunya soal Aryaduta," tukasnya.

Komisi C DPRD Provinsi Riau akan menjadwalkan ulang untuk memanggil pihak manajemen Lippo Group dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Hal ini untuk membahas perubahan adendum kontrak pengelolaan Hotel Aryaduta.

Sebelumnya, jadwal tersebut mundur. Karena hearing yang diagendakan pada bulan lalu, bentrok dengan jadwal reses yang sudah disepakati Bamus DPRD Provinsi Riau. Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi C, Aherson, setelah melakukan reses. “Ya mungkin habis reses, karena kemarin. Lippo sudah ok sebenarnya, tapi bentrok dengan jadwal hari ini, jadi kami undurlah,” ujarnya.

Dalam kontak barunya, Pemprov Riau bakal mendapatkan 20 persen setiap tahunnya dari keuntungan bersih atas pengelolaan hotel tersebut. "Kita kaji dulu, kontraknya seperti apa. Kaji juga, apakah 20 persen itu sudah menguntungkan daerah atau tidak," kata politisi Riau itu.

Untuk itu, dalam waktu dekat pihaknya berencana memanggil biro perekonomian Setdaprov Riau, manajemen Lippo Group guna membahas lebih lanjut dari kontrak baru yang dimaksud. Langkah ini menurutnya perlu dilakukan.

"Khawatirnya kita, tiap tahun tu daerah hanya mendapat di bawah Rp200 juta seperti yang terjadi selama ini. Tentu akan merugikan daerah kalau hal seperti ini terjadi, makanya kita akan panggil biro perekonomian dan manajemen Lippo Group," ungkapnya.

Seperti pemberitaan sebelumnya, setelah dilakukan kaji ulang kerjasama pengelolaan Hotel Aryaduta, Pekanbaru. Pemprov Riau akhirnya bakal mendapat jatah bagi hasil yang lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Di mana Pemprov akan dapat bagian 20 persen dari keuntungan bersih hotel tersebut.

"Di situ disebutkan 20 persen dari pendapatan bersih. Kalau selama ini hanya Rp200 juta. Itu yang jelas ada perubahannya hasil kajian terbaru," paparnya. Sebagaimana diketahui, sebelumnya dalam kontrak kerjasama dengan Lippo Group Hotel Aryaduta, Pemprov hanya mendapatkan deviden sebesar Rp200 Juta per bulan. Ini didapat Pemprov sudah lama meskipun pihak pengelolaan mengalami keuntungan yang lebih besar.

Di sisi lain demi menjaga marwah Riau, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau akhirnya mengambil sikap tegas untuk mendesak penutupan hotel Aryaduta yang hingga kini tidak memiliki itikad baik terhadap Pemprov Riau.

Hal tersebut terlihat dalam suasana rapat yang agak panas di ruang komisi III DPRD Riau, sejumlah anggota DPRD Riau merasa kesal dengan sikap Lippo Group. Ketua Komisi III, Husaimi Hamidi selaku pemimpin sidang mengaku kesal dengan Lippo Group yang beberapa kali dipanggil namun tidak juga bisa mengirim perwakilannya ke DPRD Riau.

Barulah, pada hari ini, Kamis, 16 Januari 2020 lalu, Lippo Group mengirimkan perwakilannya dan dalam pertemuan itu pun belum ada kesepakatan terkait perubahan kesepakatan yang dinilai DPRD Riau tak menguntungkan Pemprov Riau.

"Saya dari awal di komisi III di periode lalu terus saja membahas ini, tapi tak selesai juga, Pemda harus ambil sikap tegas jangan sampai kami duga ada permainan," kata Husaimi dihadapan Kepala BPKAD Riau, Syahrial Abdi.

"Saya ini juga akuntan, masa menyelesaikan Addendum seperti ini saja lama. Kan kacau namanya ini," tambahnya.

"Jangan anggap remeh kami, kalau ini tidak ada penegasan, kita tutup saja rapat kita hari ini. Setiap hearing harus orang yang bisa mengambil keputusan, tapi tidak juga datang. Ini demi marwah komisi III, rapat kita tutup saja, tidak usah panjang lebar, tidak usah bertele-tele. Nanti hasil rapat ini kita sampaikan ke Gubernur langsung," jelas Politisi Demokrat ini.

Selanjutnya, giliran Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau Karmila Sari yang menyampaikan uneg-unegnya. Menurut politisi asal Rohil ini, tenggang rasa yang sudah diberikan oleh pihaknya sudah sangat luar biasa.

"Bukan kita sok tegas atau gimana, kondisi begini sudah berlarut-larut, yang hadir rapat ini sudah kenyang dengan kronologis masalah ini," imbuhnya.

Karmila kemudian meminta Biro Ekonomi selaku mitra kerja dari Lippo Group atas hotel Arya Duta, untuk memberi kepastian kapan akan dilakukan penutupan terhadap hotel yang berlokasi di jalan Diponegoro ini.

Perwakilan Biro Ekonomi pun menjawab, pihaknya akan terlebih dahulu berdiskusi dengan Satpol PP untuk menentukan mekanisme lanjutannya. Tak hanya itu, DPRD Riau juga menyesalkan Dewan Pengawas di Aryaduta yang tidak diisi oleh perwakilan Pemprov Riau.

Menanggapi serangan anggota DPRD Riau ini, perwakilan dari Lippo Group membenarkan bahwa dirinya memang tidak bisa berkomentar banyak tentang kontrak kesepakatan antara Lippo dan Pemprov Riau.

"Kalau itu memang saya tak bisa jawab, tapi kalau masalah dewan pengawas, di dalam perjanjian kerjasama, dewan pengawas itu ada perwakilan Ardut dan Pemprov, itu sudah berjalan sebelum ada peralihan dari perusahaan daerah ke BPKAD. Tapi sejak diambil oleh Pemprov, perwakilan dari Pemprov kita pertanyakan dari awal, tapi tidak ada penujukan juga," tuturnya.

Penjelasan dari Lippo ini, ditimpali lagi oleh Husaimi, Husaimi meminta Lippo jangan mencari-cari kesalahan. "Anda jangan mencari-cari kesalahan, kita disini mencari solusi. Pokoknya, biro ekonomi saya minta besok sudah ada laporan ke kami tentang mekanisme penutupan Hotel ini," tutupnya sambil meminta tambahan dari anggota DPRD lainnya yakni, Abu Khairi, Syamsurizal, Sofyan Sirodj dan James Pasaribu.

Diberitakan sebelumnya, Ketua komisi III DPRD Riau, Husaimi Hamidi memastikan pihaknya akan mengejar problematika dividen hotel Arya Duta ke Pemprov Riau. Pasalnya, hingga hari ini Arya Duta hanya mampu memberikan deviden ke Pemprov sebesar Rp 200 juta saja.

Untuk diketahui, Pemprov Riau selaku pemilik lahan Hotel Arya Duta beberapa tahun lalu membuat MoU dengan Lippo terkait deviden dimana Pemprov mendapat pembagian Rp 200 juta setiap tahunnya.

Terpisah, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar telah mengumpulkan dinas dan biro terkait di lingkungan Pemprov Riau untuk membahas jatah deviden hotel Aryaduta.

Hotel yang berada di Jalan Diponegoro, Pekanbaru itu berada di atas tanah yang tercatat sebagai aset milik Pemprov Riau, dengan ketentuan wajib menyetor sebesar Rp 200 juta ke Pemda dari total penghasilan bruto hotel tersebut.

Diantaranya, mengenai pembangunan balroom tanpa pemberitahuan ke Pemprov Riau, padahal fasilitas itu merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan pihak hotel dari sisi bisnis. "Dalam MoU juga nggak ada mengenai itu (balroom)," ujarnya.

Pemprov Riau juga mengkaji kelayakan nilai aset yang dimiliki dengan menggunakan jasa akuntan untuk mengetahui berapa besaran nilai ideal untuk tanah dan bangunan hotel Aryaduta tersebut. Berdasarkan pengitungan dari pajak, perkirakan pendapatan tidak kurang dari Rp30 miliar setahun.

Sementara Pemprov Riau hanya menerima Rp200 juta atau kurang dari 1 persen. Pemprov Riau, kata dia, sudah mengajukan 3 opsi untuk pemerataan deviden per tahun, yakni 15 persen, 10 persen dan opsi terkecil 5 persen. "Kalau mereka setuju dengan 5 persen saja, perkiraan Rp1,5 miliar," katanya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengancam akan menutup ballroom Hotel Aryaduta Pekanbaru jika PT Lippo Karawaci induk hotel tidak mengabulkan permintaan pemerintah setempat soal kenaikan dividen.

Sebelum Pemprov Riau mengambil langkah tegas itu terlebih akan mengundang pihak Lippo Karawaci meminta kepastian soal kenaikan dividen.

"Kita dalam waktu dekat ini akan mengundang pihak Lippo Karawaci untuk membahas permasalahan kita dengan Aryaduta, soal keinginan kita memorandum MoU lama untuk meningkatkan dividen," tegas Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setdaprov Riau.

Menurutnya, MoU yang lama tak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. "MoU lama kan ballroom mereka itu tidak ada, dan dibangun tanpa seizin kita. Jadi di MoU itu tidak ada ballroom hotel Aryaduta. Itu mereka buat sendiri," katanya. 

Dengan adanya penambahan gedung ballroom, lanjut Darusman, makanya Pemprov Riau akan mengambil langkah peningkatan dividen. "Kalau mereka memang tidak mau membayar dividen dengan yang kita inginkan, maka kita tutup ballroom-nya ataupun dengan hotelnya sekalian," tegasnya lagi.

"Kita sterilkan aset kita di sana. Itu lah lagi, karena dividennya tidak sesuai lagi. Tapi ini kita bicarakan dulu dengan pak gubernur," sambungnya.

Lebih lanjut Darusman menyampaikan, dengan profit Aryaduta sebesar RpRp30 miliar per tahun termasuk pajak, maka tidak wajar jika dividen yang diterima Pemprov Riau hanya Rp200 juta per tahun

"Profit mereka itu kalau kita hitung sudah masuk pajak sekitar Rp30 miliar per tahun. Tapi kenyataan selama ini kita hanya mendapat dividen Rp200 juta per tahun," bebernya.

Ia memperkirakan, jika 5  persen saja dari Rp30 miliar itu dividen bisa masuk ke kas daerah, maka akan bermanfaat untuk masyarakat Riau.

"Kalau 5 persen saja kita ambil dari Rp30 miliar itu, sudah Rp1,5 miliar dividen yang masuk ke kas daerah. Itu kan lumayan besar kalau untuk biaya pendidikan, kesehatan dan infrastruktur," terangnya. 

"Jadi selama ini kita keras-keras bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk masyarakat Riau juga, agar bisa menikmati hasil dari itu (dividen hotel Aryaduta). Intinya kita minta tambah. Sesuai surat awal, kita minta kenaikan 5, 10 atau 15 persen," pungkasnya.

 

RR/CPL/RPC/TRB/ADV







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE