Dirut Garuda Ari Ashkara Dicopot
Harley Davidson yang diselundupkan dalam pesawat garuda yang baru . foto CNN Indonesia

Dirut Garuda Ari Ashkara Dicopot

Jumat, 06 Desember 2019|10:53:23 WIB




RADARRIAUNET.COM: Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan, bakal memberhentikan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Ashkara.

Alasan pencopotan itu, pasalnya, Dirut yang menjabat selama dua tahun tersebut diketahui telah melakukan penyelundupan onderdil Harley Davidson keluaran tahun 1972 serta dua sepeda Brompton.

"Dengan itu, saya akan memberhentikan Saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses ini kami, karena Garuda adalah perusahaan publik, akan ada prosedur lainnya," ujar dia ketika memberikan keterangan pers di Jakarta, Kamis (5/12).

Dilansir dari laman Kompas.com, Erick pun memaparkan, Ari Ashkara telah melakukan instruksi untuk mencari motor Harley Davidson klasik tahun 1972 sejak tahun 2018. Selain itu, yang bersangkutan juga telah melakukan transfer dana ke rekening pribadi finance manager Garuda Indonesia berinisial IJ di Amsterdam.

"Ini menyedihkan. Ini proses menyeluruh di BUMN bukan individu, tapi menyeluruh. Ini Ibu (Sri Mulyani) pasti sangat sedih," ujar dia.

Sebelumnya, Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan, pemilik motor dan sepeda tersebut merupakan karyawan on board dalam penerbangan dari Perancis ke Indonesia.

“Dibawa oleh salah satu karyawan yang on board dalam penerbangan tersebut,” kata Ikhsan dalam keterangan resminya.

Kasubdit Humas Bea dan Cukai Deni Surjantoro mengatakan, barang-barang tersebut ditemukan saat petugas melakukan pengecekan di hanggar pesawat milik PT GMF AeroAsia Tbk di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Minggu (17/11).

Menurut Deni, saat itu pesawat tersebut baru datang dari pabrik Airbus di Perancis. Kedatangan pesawat itu telah diberitahukan oleh Garuda Indonesia kepada Bea dan Cukai.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap pesawat tersebut, pada bagian kabin cokpit dan penumpang tidak ditemukan pelanggaran kepabeanan. Selain itu, juga tidak ditemukan barang kargo lain seperti yang dilaporkan pihak Garuda Indonesia.

“Namun, pemeriksaan pada lambung pesawat (tempat bagasi penumpang) ditemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 boks warna coklat yang keseluruhannya memiliki claim tag sebagai bagasi penumpang,” ucap dia.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengungkapkan bahwa pemilik Harley Davidson ilegal di pesawat Airbus A330-900 baru milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) adalah direksi maskapai pelat merah tersebut yang berinisial AA.

Namun, claim tag di kardus yang berisikan Harley Davidson tertulis inisial SAW. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menduga bahwa SAW memasang badan untuk menutupi kepemilikan Harley tersebut."Nampaknya yang bersangkutan SAS (SAW) pasang badan," ujar Sri Mulyani di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menegaskan bahwa pihaknya akan terus memelototi SAW yang diduga menutupi kebenaran bahwa moge tersebut milik AA."Tadi malam sampai pagi dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan sampai sekarang masih tetap berjalan," tegas dia.

Ia menuturkan, jika ditemukan bahwa memang pelaku tersebut sengaja melakukan penyelundupan dan dialihkan atas namanya terhadap penumpang lain, maka pemerintah akan memberlakukan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk sanksi pidana dan perdata.

"Apabila yang bersangkutan secara sengaja mencoba untuk mengalihkan perhatian ke pelaku lain, ini bisa kita kenakan pasal yang lain. Ini juga diproses," kata Sri Mulyani.

Ia menyebutkan, dalam Undang-undang Kepabeanan Nomor 17 tahun 2006, tepatnya pada pasal 130 C, bahwa pihak yang memberikan keterangan tidak benar tentang kepemilikan barang yang wajib kena bea masuk maka akan diberikan sanksi.

"Dalam Pasal 103 C UU Kepabeanan menyebutkan, mereka yang memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang dilakukan untuk pemenuhan kewajiban kepabeanan memiliki konsekuensinya," papar dia.

Berdasarkan pasal tersebut, tertulis bahwa sanksi yang diberikan berupa hukuman pidana dan juga denda.

"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)," bunyi pasal 103 UU Kepabeanan tersebut.

 

RR/kps/dtc/zet

 







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NASIONAL

MORE

MOST POPULAR ARTICLE