Kamis, 28 November 2019|10:46:28 WIB
RADARRIAUNET.COM: Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun yang merupakan terpidana korupsi kasus alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
" Grasi yang diberikan presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 (tujuh) tahun menjadi pidana penjara selama 6 (enam) tahun," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto, Selasa (26/11).
Perjalanan kasus Annas di KPK terbilang panjang. Kasus ini pertama kali terungkap lewat operasi tangkap tangan pada 25 September 2014. Ketika itu, KPK menangkap Annas Maamun bersama seorang pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung di kawasan Cibubur dengan barang bukti uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta.
Annas dan Gulat ditetapkan sebagai tersangka setelah OTT tersebut. Annas disangka menerima suap dari Gulat terkait perubahan alih fungsi hutan di Provinsi Riau. Kasus ini sempat menyeret nama Zulkifli Hasan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Zulkifli disebut pernah bertemu Annas untuk membahas terkait permohonan revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau yang diajukan Annas sebelumnya.
Dalam pertemuan selama tujuh menit itu, kata Annas, Zulkifli mengatakan bahwa Zulkifli akan mempelajari surat permohonan itu. "Permohonan sudah masuk. Ya, nanti saya pelajari," ujar Annas, menirukan ucapan Zulkifli. Terkait kasus ini, KPK memeriksa Zulkifli sebagai saksi pada 2014.
Karena uzur dan sakit
Presiden Joko Widodo mengungkapkan alasannya memberi grasi untuk Annas Maamun tersebut. Jokowi menyebutkan, grasi itu diberikan atas pertimbangan kemanusiaan. "Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit sakitan terus. Sehingga, dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," kata Jokowi di Istana Bogor, dilansir dari laman Kompas.com, Rabu (27/11).
Jokowi juga menyebutkan, Mahkamah Agung (MA) serta Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) juga memberi pertimbangan yang sama. Itu juga yang melandasi Jokowi untuk memberi grasi berupa pengurungan masa hukuman satu tahun penjara.
Kenapa itu diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari Menko Polhukam juga seperti itu," kata dia.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto mengatakan, grasi tersebut ditetapkan pada 25 Oktober 2019. "Bahwa memang benar, terpidana H Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, tanggal ditetapkan tanggal 25 Oktober 2019," kata Ade dalam siaran pers, Selasa (26/11).
Ade mengatakan, grasi yang diberikan berupa pemotongan masa hukuman selama satu tahun. Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya. Annas, kata Ade, tetap diwajibkan membayar hukuman denda sebesar Rp 200 juta yang dijatuhkan kepadanya.
Dengan adanya grasi ini, Annas yang kini ditahan di Lapas Sukamiskin, Bandung, diprediksi akan bebas pada Oktober 2020. Adapun pada 2015, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada Annas karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap alih fungsi kawasan hutan senilai Rp 5 miliar di Riau. Pada 2018, Annas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, kasasi ditolak dan MA memperberat hukuman Annas menjadi tujuh tahun penjara.
Pertimbangan kemanusiaan memang menjadi alasan kuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi, mantan Gubernur Riau Annas Maamun.
Menurut Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto menjelaskan, Annas Maamun diberi grasi karena mengidap komplikasi penyakit. Sesuai keterangan dokter, seperti PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak nafas (membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari).
Selain itu kata Ade, usia mantan Gubernur Riau tersebut pun sudah menyentuh 78 tahun. Dalam peraturan itu, pemohon dapat mengajukan grasi jika sudah mencapai umur 70 tahun ke atas.
Berdasarkan pasal 6A ayat 1 dan 2, UU nomor 5 tahun 2010, demi kepentingan kemanusiaan, Menteri Hukum dan Ham berwenang meneliti dan melaksanakan proses pengajuan grasi tersebut.
"Selanjutnya presiden dapat memberikan grasi setelah memperhatikan pertimbangan hukum tertulis dari Mahkamah Agung dan Menteri Hukum dan HAM," katanya.
RR/kps/dtc/zet