Jumat, 15 November 2019|13:54:32 WIB
RADARRIAUNET.COM: Pemerintah Indonesia diminta mengedepankan alasan kemanusiaan dalam merespons buronan politik negara lain yang datang ke Tanah Air.Tokoh oposisi sekaligus pendiri dan pelaksana tugas Presiden Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), Sam Rainsy, dilaporkan berusaha menuju Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, hari ini, Kamis (14/11)
Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH), Profesor Aleksius Jemadu, menuturkan sebagai negara demokratis Indonesia sudah sepatutnya mengutamakan nilai hak asasi manusia, salah satunya menjamin kebebasan berpendapat, ketimbang solidaritas antar-sesama negara ASEAN."Karena mereka tidak melakukan pelanggaran hukum pidana di sini. Orang-orang ini hanya memperjuangkan hak asasi manusia mereka," kata Aleksius.
Dia menilai Indonesia telah bertindak tepat dengan membiarkan politikus oposisi pemerintah Kamboja dari Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) Mu Sochua menggelar jumpa pers di Jakarta pada pekan lalu."Saya kira pemerintah Indonesia sudah tepat dengan tidak melarang aktivitas mereka (politikus CNRP)," kata Aleksius.
Pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen melayangkan protes kepada pemerintahan Presiden Jokowi karena mengizinkan Wakil Pemimpin CNRP Mu Sochua masuk dan menggelar jumpa pers di Hotel JS Luwansa, Jakarta, pada 6 November lalu.Sehari setelahnya Kedutaan Besar Kamboja di Jakarta mengirim nota protes kepada Kementerian Luar Negeri RI.
Dalam nota itu, Kamboja menyayangkan Indonesia tetap mengizinkan Mu Sochua masuk meski Phnom Penh telah meminta negara ASEAN mencegat setiap politikus oposisi masuk.
Duta Besar Kamboja untuk Indonesia, Hor Nambora, bahkan sempat menginterupsi jumpa pers Mu. Nambora menyebut Mu Sochua adalah buronan dan seorang kriminal di depan wartawan sebelum jumpa pers dimulai.
Phnom Penh memang menganggap Mu Sochua dan seluruh tokoh CNRP sebagai buronan lantaran partainya sudah dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Aleksius menuturkan Indonesia tidak melanggar prinsip non-intervensi ASEAN meski mengabaikan protes dan tuntutan Kamboja untuk melarang politikus CNRP masuk.
"Indonesia tidak ikut campur urusan domestik Kamboja, kita hanya memahami perjuangan kemanusiaan dari tokoh-tokoh oposisi ini. Kita juga tidak melanggar kedaulatan Kamboja," kata Aleksius.
Soal Buronan Politik Kamboja, RI Diminta Utamakan Sisi HAM
Tokoh oposisi Kamboja, Mu Sochua.
Hal yang sama, papar Aleksius, juga berlaku bagi Indonesia dalam kasus Veronica Koman, seorang pengacara hak asasi manusia asal Indonesia yang vokal mengangkat isu dugaan pelanggaran HAM di Papua.Veronica mengasingkan diri di Australia setelah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Jawa Timur.
Veronica menjadi buronan Polri karena tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kasus provokasi dan penyebaran informasi bohong, dalam insiden asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Menurut dia, Indonesia tidak bisa begitu saja menuntut Australia memulangkan apalagi menangkap Veronica lantaran Polri tak memiliki bukti cukup bahwa perempuan itu telah melakukan tindakan kriminal."Jika memang ada bukti kuat Veronica melanggar hukum atau melakukan kejahatan, pemerintah Indonesia harus memberitahu Australia terkait kasus ini. Tapi kalau tidak ada (buktinya) ya pemerintah Indonesia tidak bisa menuntut lebih banyak lagi kepada Australia," kata Aleksius.
RR/DRS/CNNI