Rabu, 09 September 2015|10:07:06 WIB
PEKANBARU (RRN) - Perusahaan perusahaan besar, semisal PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tidak mungkin melakukan pembakar lahan, penyebab kabut asap. Karena biasanya perusahaan perusahaan besar ini taat pada aturan.
"Kalau perusahaan Pak Djarot (Djarot Handoko, Manager Corporate Communications RAPP, Red) dia takut pada aturan aturan. Tetapi orang orang yang datang yang hanya punya satu atau satu setengah atau dua hektare lahan, dia tak peduli pada aturan aturan itu dan barangkali tidak sampai aturan aturan itu kepada mereka," kata Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Al Azhar saat menjadi pembicara seminar dan deklarasi "Riau Merdeka Asap" di aula Puswil Soemas Hs, Selasa (8/9).
Ditambahkannya, kabut asap yang melanda tidak lepas dari tekanan populasi di Riau sekarang ini. Masalah migrasi, selama ini budaya orang Melayu bersikap welcome terhadap pendatang. "Riau ini memiliki kebudayaan wellcome terhadap migrasi. Ramah terhadap siapa saja. Tapi migrasi yang masuk ke Riau dan memanfaatkan lahan lahan itu pada umum tenaga kerja uneducated atau tidak terdidik. Sehingga pepatah Melayu bentuk apapun terkait kearifan lokal yang diberitahukan ke mereka, itu takkan masuk," kata Al Azhar lagi.
Menurut Ketua LAM Riau, para migran ini datang kemari dengan investasi yang tidak tanggung tanggung. Anatomi migrasi ekonominya, mereka menjual rumah dan aset aset nya yang ada di kampung halamannya. "Kemudian dengan membawa aset aset itu, mereka berjanji pada diri mereka sendiri bahwa lima atau enam tahun kemudian saya sudah harus keluar dari lumpur keadaan sekarang, dan berubah menjadi orang yang tergolong ke dalam sejahtera. Ini lah yang kemudian mendekati masyarakat kita di kampung kampung," ucapnya.
Terlepas soal itu, selain Al Azhar hadir sebagai pembicara lain yakni, Kabid BLH, Martin, Kabid BPBD, Jim Gafur, dosen UIN Elfiriyadi, Staf Khusus Kementerian LHK Ahmad Isroil, Manager Corporate Communications RAPP, Djarot Handoko dan moderator, Ketua SPS Riau DR Syafriadi SH, MH. (teu/rtc)