Jumat, 14 Juni 2019|16:01:45 WIB
Jakarta : Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang pendahuluan PHPU Pilpres 2019 membeberkan sejumlah kecurangan yang diklaim sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ada lima kategori kecurangan dalam Pilpres 2019 yang diklaim TSM oleh kubu Prabowo-Sandi.
"Kami dalilkan bagaimana kecurangan yang TSM dilakukan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin," ujar Denny dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, seperti sitat CNN Indonesia, Jumat (14/6/2019).
Denny menjelaskan lima jenis pelanggaran dan kecurangan yang diklaim TSM tersebut, yakni penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan program kerja pemerintah, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan aparatur negara seperti polisi dan intelijen, pembatasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
Atas dasar tersebut, Denny menambahkan, bahwa dalam Pilpres 2019 yang bertarung bukanlah antara Jokowi-Ma'ruf versus Prabowo-Sandi.
"Tetapi adalah antara paslon 02 dengan Presiden petahana Joko Widodo, lengkap dengan fasilitas dan aparatur yang melekat pada lembaga kepresidenan," ujar Denny yang juga bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.
Denny lebih jauh menjelaskan bahwa kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat TSM. Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, serta mencakup dan berdampak luas pada banyak wilayah Indonesia.
"Bahwa upaya melaporkan kecurangan TSM ini sudah coba dilakukan ke Bawaslu yang terdaftar pada 14 Mei 2019, namun laporan tersebut dinyatakan 'tidak dapat diterima', bukan ditolak," ujar Denny.
Lima Kecurangan TSM
Pertama, penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan program pemerintah. Bahwa Jokowi menggunakan instrumen Anggaran Belanja Negara dan program pemerintah untuk mempengaruhi pemilih agar memenangkan Pilpres 2019. Sekilas itu biasa, apalagi dikuatkan dengan dasar hukum sehingga terkesan absah.
"Tapi dengan pengkajian lebih mendalam maka akan sangat mudah dipahami bahwa itu adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan penyalahgunaan sumber dana negara," ujar Denny.
Contohnya, menaikkan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI, Polri; menjanjikan pembayaran gaji ke-13 dan THR lebih awal; menaikkan gaji perangkat desa; menaikkan dana kelurahan; mencairkan dana Bansos; menaikkan dan mempercepat penerimaan Program Keluarga Harapan; serta menyiapkan skema rumah DP 0 persen untuk ASN, TNI, dan Polri.
Lalu penyalahgunaan birokrasi dan BUMN. Denny mengurai kecurangan ini, bahwa Jokowi juga menggunakan sumber dana serta sumber daya BUMN dan birokrasi untuk memenangkan Pilpres 2019. Lagi-lagi semua dibungkus seolah-olah adalah program atau kegiatan kepresidenan.
Kubu Prabowo Beber Kecurangan TSM di Pilpres 2019Jalannya sidang pendahuluan PHPU Pilpres 2019 di MK. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Selanjutnya ketidaknetralan aparatur negara seperti polisi dan intelijen. Menurut tim hukum Prabowo-Sandi bentuk kecurangan ini yang paling mengganggu.
"Tentu saja bukan hal yang mudah membuktikan kecurangan TSM yang dilakukan aparatur negara tersebut," kata dia.
Denny mengungkapkan bahwa ketidaknetralan Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) secara langsung dan tidak langsung bertindak menjadi tim pemenangan paslon 01. Hal ini secara nyata telah menciptakan ketidakseimbangan dalam ruang kontestasi Pilpres 2019.
Salah satu contoh kuat ketidaknetralan polisi adalah pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Garut, Jawa Barat, AKP Sulman Azis yang diperintahkan untuk menggalang dukungan kepada paslon 01. Perintah serupa juga diberikan kepada kapolsek lain di wilayah Garut.
Meskipun pengakuan dari Sulman itu kemudian dicabut, namun pencabutan itu tidak berarti serta-merta pengakuannya menjadi tidak benar.
"Pencabutan itu dapat juga merupakan indikasi bahwa pengakuannya adalah benar, lalu yang bersangkutan mendapat tekanan, sehingga terpaksa mencabut pengakuan," kata Denny.
Pembatasan media dan pers juga menjadi salah satu kecurangan yang diklaim TSM. Denny menjelaskan bahwa akses yang sama ke media massa bagi setiap kontestan pemilu adalah salah satu syarat terpenuhinya Pemilu yang jujur dan adil.
Pada kenyataannya dalam Pilpres 2019 akses kepada media tidak seimbang antara paslon 01 dan 02. Sudah jadi rahasia umum bahwa terdapat tiga bos media besar yang masuk ke tim pemenangan paslon 01. Mereka adalah Surya Paloh yang membawahi Media Group (Media Indonesia dan Metro TV), Hary Tanoesoedibjo yang memiliki MNC Group (RCTI, Global TV, Koran Sindo, Okezone, INews TV, Radio Trijaya), dan Erick Thohir yang menaungi Mahaka Group (Jak TV, Gen FM, Harian Republika, Parenst Indonesia, dan Republika.co.id).
"Salah satu media yang mencoba untuk netral seperti TVOne kemudian mengalami tekanan dan akhirnya harus mengistirahat-panjangkan salah satu program favoritnya, ILC," ujar Denny.
Terakhir kecurangan adanya diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum. Denny membeberkan bahwa indikasi diskriminasi dan penyalahgunaan penegakan hukum ini bersifat tebang pilih. Maksudnya hanya tajam ke pendukung paslon 02 saja dan tumpul ke paslon 01.
"Kecurangan demikian pastilah TSM, karena terkait dengan sistem hukum," kata Denny.
Denny menambahkan bahwa perbedaan perlakuan penegakan hukum, di samping merusak prinsip dasar hukum yang berkeadilan, tetapi juga melanggar HAM, sewenang-wenang, dan makin menunjukkan aparat penegak hukum yang berpihak untuk membantu pemenangan paslon 01.
Untuk diketahui, berdasarkan berkas permohonan PHPU Pilpres 2019 yang diajukan ke MK, tim hukum Prabowo-Sandi melampirkan bukti-bukti berupa link-link berita media online dan video Youtube untuk memperkuat lima jenis pelanggaran dan kecurangan yang diklaim TSM ini.
RRN/CNNI