PT MPL Diminta Segera Serahkan Surat Penangguhan Eksekusi Aset
Dok. Harian Radar Riau

PT MPL Diminta Segera Serahkan Surat Penangguhan Eksekusi Aset

Rabu, 24 April 2019|03:11:52 WIB




RADARRIAUNET.COM: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi batas waktu yakni sampai 24 April 2019, kepada PT Merbau Pelalawan Lestari yang telah divonis membayar ganti rugi senilai Rp16,2 triliun pada 2016, agar segera menyerahkan surat penangguhan perusahaan terkait eksekusi aset.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi batas waktu yakni sampai 24 April 2019, kepada PT Merbau Pelalawan Lestari yang telah divonis membayar ganti rugi senilai Rp16,2 triliun pada 2016, agar segera menyerahkan surat penangguhan perusahaan terkait eksekusi aset.

Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan bila sampai batas waktu tersebut pihaknya tidak menerima surat penangguhan dari perusahaan, akan dilakukan eksekusi paksa atas aset MPL.

"Kami sedang menunggu proposal penangguhan eksekusi dari perusahaan, prosesnya memang sedikit lambat karena nilainya terbesar yang pernah ditangani KLHK," katanya di Pekanbaru, Senin 22 April 2019.

Dia menjelaskan PN Pekanbaru sebagai pihak yang menjalankan eksekusi atas kasus perdata perusakan lingkungan hidup ini, sudah dua kali mengirimkan surat peringatan kepada MPL. KLHK juga telah menyiapkan tim appraisal atau penaksir nilai aset perusahaan, kemudian dijual untuk membayarkan vonis ganti rugi.

Untuk diketahui bahwa dalam kasus PT MPL, sudah tiga tahun berlalu, sejak putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menghukum PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) membayar denda sebesar Rp16 triliun, namun hingga hari ini belum juga dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Riau. Hal itu menjadi tanda tanya besar bagi publik.

Pertanyaan besar juga tersimpan di benak Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani.

"Itu kan sudah inkracht, berkekuatan hukum tetap pada 2016. Kami sebagai pengugat mengajukan kasasi dan diterima MA, tapi ternyata mereka (MPL) melakukan peninjauan kembali (PK)," ungkapnya, seperti dilansir dari mediaindonesia.

Pascaputusan kasasi MA terbit, Ridho mengaku sudah beberapa kali mendatangi PN Pekanbaru dan berbicara langsung dengan Ketua PN Pekanbaru. KLHK pun sudah beberapa kali menyurati Ketua PN Pekanbaru.

"PN Pekanbaru bilang mereka nunggu hasil Peninjauan Kembali (PK). Mestinya kan, kasasi dan PK itu dua masalah yang berbeda," pungkas Ridho.

Ia menambahkan, karena kasus MPL perdata, maka yang harus mengeksekusinya adalah pengadilan. Sedangkan kasus pidananya, dieksekusi oleh kejaksaan.

Berdasarkan putusan MA No 460 K/Pdt/2016, perincian ganti rugi yang harus dibayar PT MPL ialah Rp12,16 triliun lantaran mengakibatkan perusakan lingkungan hidup di dalam area izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) seluas 5.590 hektare.

Selain itu, Rp4,07 triliun untuk kerusakan lingkungan di lahan 1.873 hektare di luar area IUPHHK-HT. Pembalakan berlangsung sepanjang 2004 hingga 2006 di wilayah hutan Pelalawan, Riau.

"Menghukum dan memerintahkan tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia secara langsung enam belas triliun dua ratus empat puluh empat miliar lima ratus tujuh puluh empat juta delapan ratus lima ribu rupiah," putus majelis kasasi sebagaimana dilansir laman MA.

Kasus itu putuskan Ketua majelis yakni hakim agung Takdir Rahmadi dengan anggota hakim agung Nurul Elmiyah dan I Gusti Agung Sumanatha, dalam rapat pemusyawaratan majelsi hakim pada 18 Agustus 2016. Kasasi itu secara otomatis membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru No 79/Pdt/2014/PTR dan menguatkan Putusan PN Pekanbaru No 157/Pdt.G/2013/PN Pbr.

Dalam putusan No 460 K/Pdt/2016, terungkap salah satu permintaan KLHK sebagai penggugat adalah meminta agar Ketua PN Pekanbaru untuk terlebih dahulu meletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag) terhadap harta kekayaan milik tergugat (MPL), baik berupa benda tetap/tidak bergerak maupun benda tidak tetap/bergerak milik tergugat, yang mana masih dalam pendataan penggugat.

Lalu, KLHK juga memohon agar PN Pekanbaru menyatakan putusan dalam perkara itu dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) atau serta merta meskipun ada upaya hukum, bantahan (verzet), banding atau kasasi. "Gugatan ini terkait dengan perusakan lingkungan hidup yang sangat berdampak pada kehidupan masyarakat."

 

Berbagai sumber







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE