Ternyata KPK Tak Pernah Melarang Pemko Pekanbaru Anggarkan TPP
Foto ilustrasi PNS. INT

Ternyata KPK Tak Pernah Melarang Pemko Pekanbaru Anggarkan TPP

Selasa, 26 Maret 2019|11:52:42 WIB




RADARRIAUNET.COM: Polemik TPP guru sertifikasi yang dihapus Pemko Pekanbaru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak pernah melarang pemerintah daerah. Terutama Pemerintah Kota Pekanbaru dalam  memberikan tunjangan penambahan penghasilan (TPP) bagi guru yang sudah menerima sertifikasi.

Mengutip laman riaupos.co, Senin 25 Maret 2019. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi secara tertulis kepada Pemko Pekanbaru agar tidak lagi memberikan TPP bagi guru yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi.

Sebaliknya, lanjut Febri, yang ada sesuai dengan Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang sudah disampaikan ke KPK, agar setiap Pemda mengimplementasikan TPP sebagai salah satu bidang/program yang didorong KPK. “Implementasi TPP ini merupakan salah satu program dalam bidang manajemen ASN yang direkomendasikan/didorong KPK yang dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya agar mengacu kepada ketentuan yang berlaku,” jelas Febri kepada awak media baru-baru ini.

Dia menjelaskan, dalam perjalanannya, diskursus tentang implementasi TPP tersebut selalu muncul. Khususnya ketika dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi rutin Korsupgah di lapangan, dan sudah dijelaskan sesuai dengan Pasal 63 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 39 ayat 1 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Di mana, mengacu aturan itu Pemda ‘dapat’ memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil (PNS) daerah berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

“Mengapa ada kata dapat? Karena faktanya memang setiap daerah memiliki kemampuan keuangan yang berbeda-beda. Sehingga banyak variasi fakta implementasi TPP di daerah. Termasuk Pemko Pekanbaru,” jelas Febri.

Sebelumnya, Wako Pekanbaru Firdaus beralasan tidak menganggarkan lagi TPP guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi pada TA 2019, salah satunya karena tidak dibolehkan oleh KPK. Para guru diberi solusi untuk memilih satu dari dua tunjangan yang boleh mereka terima. "Apa yang dipersoalkan mereka, tunjangan. Kan sudah jelas. Tahun lalu kita beri untuk guru. Pertama guru yang bersertifikat itu kebijakan pusat. Di daerah kami tambah insentifnya tunjangan daerah, tetapi tahun ini atas arahan pusat dan KPK bidang pencegahan, itu tidak boleh menerima dua tunjangan," kata Firdaus beberapa waktu lalu.

Bersurat ke KPK
Pemko Pekanbaru memiliki waktu dua pekan untuk mencari solusi polemik TPP guru sertifikasi yang dihapus. Salah satu cara yang ditempuh adalah bersurat pada KPK untuk meminta penegasan boleh atau tidaknya TPP diberikan berbarengan dengan sertifikasi pada guru.

Polemik ini bermula dari pasal 9 ayat 8 Perwako Pekanbaru Nomor 7/2019 yang membuat para guru yang sudah menerima sertifikasi tak bisa mendapatkan TPP. Bukan hanya itu saja, para guru juga mempertanyakan TPP tiga bulan terakhir tahun 2018 yang tak kunjung cair. Akibat permasalahan ini, guru sempat menggelar dua kali demonstrasi besar-besaran, yakni pada Selasa (5/3) dan Senin (11/3). Hasilnya, disepakati waktu dua pekan untuk mencari solusi agar perwako tersebut bisa direvisi.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru Mas Irba H Sulaiman saat dikonfirmasi menyebut, pihaknya saat ini sedang bersurat dengan KPK.

"Kami hari ini (kemarin, red) berkirim surat, tim Perwako sudah menyiapkan surat. Kalau KPK menyampaikan antara boleh atau tidak, kami minta ketegasan tolong surat kami dijawab. Kalau seandainya iya (diperbolehkan, red) jangan ada temuan lagi," kata Mas Irba.

Pemko Pekanbaru mengklaim memiliki beberapa dasar pertimbangan perumusan Perwako 7/2019, dengan dua pertanyaan yang disetujui dengan KPK. Yakni pertama mempedomani surat KPK Deputi Bidang Pencegahan Nomor B-6497/KSP.01/10-1609/2017 tanggal 2017 yang ditujukan untuk Bupati Sijunjung dan ditembuskan di seluruh daerah. Dalam surat ini, tentang pembayaran TPP untuk PNS. Seharusnya memberlakukan sistem penggajian tunggal, di mana pegawai yang telah menerima tambahan PNS tidak diberikan lagi untuk bahasa lainnya. Untuk memilih salah satu yang dipilih.

Kedua, hasil konsultasi tim perumus TPP Kota Pekanbaru dengan Koordinator Kordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK Adliansyah Nasution pada 27 November 2018 yang lalu, yang mendukung Pemko Pekanbaru untuk tidak lagi menyediakan TPP kepada guru yang telah meminta tunjangan profesi (sertifikasi).

"Kan ada surat untuk Kabupaten Sijunjung itu kami jadikan acuan. Itu resmi. Juga Pak Choky yang menyatakan di Batam, tidak ada lagi dianggarkan," jelas Irba menjawab, tidak ada surat resmi dari KPK pada Pemko Pekanbaru tentang TPP.

Dia menjawab, jika dalam bersurat kali ini KPK membalas dengan surat resmi pula yang menyatakan TPP untuk guru bersertifikasi tak masalah untuk disetujui, maka Pemko Pekanbaru akan menindaklanjuti. "Tanyakan jika KPK menjawab surat kami secara resmi tidak masalah. Pak Wali perintahkan kok, jika ada payung, hukumnya besok pagi pun diterima. Jadi bukan Wali Kota yang ditahan," tegasnya.

Pemerhati Pendidikan yang juga berperan sebagai Penerima PGRI Kota Pekanbaru, Jakiman mengatakan, pemerintah Kota Pekanbaru jangan mencari-cari alasan yang berkaitan dengan tunjangan guna mencoba (TPP) yang dituntut kaya guru sertifikasi Kota Pekanbaru.

Karena, berdasarkan aturan dan ketentuannya kata Jakiman, tidak ada sinyal-sinyal aturan yang dilanggar. TPP itu menurutnya wajib disetujui. Jangan dihapuskan. Karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kota Pekanbaru agar Pekanbaru tidak lagi memberikan TPP untuk guru yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi.

“Sekarang ini adalah bagaimana kesungguhan pemerintah kota saja. Jika tidak sungguh-sungguh ingin diselesaikan guru, ya seperti ini. Dengan alasan karena ada aturan yang dilanggar dan diletakkan di tempat lain, ”katanya.

Menurutnya, jika seandainya dengan diberikannya TPP itu melanggar aturan, mana aturan yang dilanggar dan di mana letak tidak bolehnya. “Tidak usah mencari alasan apa-apa. Karena pendidikan itu penting. Jangan menjadi alasan yang merugikan dunia pendidikan. Kan selama ini mereka (guru, red) pernah menerimanya dan guru di daerah lain juga menerima dan tidak ada masalah. TPP itu sudah ada sejak belasan tahun yang lalu. Kenapa sekarang dipermasalahkan dan dihapus, ”tuturnya.

Jakiman meminta agar ini menjadi perhatian bersama-sama dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik lagi ke depan. Karena guru merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan dunia pendidikan. Tentu kita harus memperhatikan juga kesejahteraannya. Dan pemerintah wajib mendapatkan profesionalnya dalam bekerja, karena telah memberikan kesejahteraan. 

“Saya mendorong agar sadar Pemerintah Kota Pekanbaru harus memperhatikan para guru dengan memberikan TPP,” harapnya. 

Menurutnya, pemerintah jangan hanya melibatkan guru PNS saja, guru terhormat juga harus menjadi perhatian pemerintah. Guru terhormat itu adalah guru yang benar-benar berjuang tanpa tanda jasa. Sebab, beban kerja guru itu sama dengan guru PNS, tetapi gaji mereka sangat rendah.

“Jadi pemerintah juga harus menyetujui anggaran mereka (penghormatan, red). Harusnya mereka dapat disesuaikan dengan profesional dan profesionalnya dalam bekerja, ”katanya. 

Ia menjelaskan, gaji guru itu sangat rendah, tidak sesuai dengan beban kerja. Sementara mereka harus dituntut profesional sama dengan guru PNS. “Kalau bisa guru kehormatan itu gajinya disesuaikanlah dengan UMR. "Nggak mungkin lebih besar dari yang seharusnya," terangnya.

 

RR/rpc







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita RIAU

MORE

MOST POPULAR ARTICLE