Jumat, 15 Februari 2019|13:02:40 WIB
RadarRiaunet.com: Mantan Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso menduga adanya pelanggaran dalam penanganan beras di gudang sehingga menimbulkan kasus beras turun mutu sebanyak 6.000 ton di Sumatera Selatan.
"Sebab bisa bermacam-macam, paling berat kalau ada ketidakpatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada," kata Sutarto seperti sitat Merdeka.com, Jumat (15/2/2019).
Sutarto mengatakan, selama ini Bulog sudah memiliki SOP yang mendetail terkait penyediaan beras, mulai dari pengadaan hingga penyaluran, sehingga seharusnya penyebab terjadinya beras busuk itu dapat segera ditelusuri.
"Termasuk soal 'First In First Out' (FIFO), itu sudah ada SOP-nya. Kaitan dengan pengadaan tentu juga ada syarat yang harus dipenuhi. Jadi bisa ditelusuri mulai dari sana, terpenuhi tidak SOP-nya," katanya.
Sutarto ikut mengusulkan adanya upaya audit internal oleh Satuan Pengawasan Intern (SPI) secara menyeluruh atas kasus ini, termasuk pengenaan sanksi apabila terdapat ketidakpatuhan terhadap SOP yang berlaku.
"Bisa dimulai dari gudangnya, kemudian atasan kepala gudangnya, karena atasan bertanggungjawab melakukan pemeriksaan dan koordinasi. Jadi semua harus diaudit dan diperiksa. Pengenaan sanksi juga tergantung tingkat kesalahan," ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh menjelaskan pihaknya selama ini telah menjalankan SOP sesuai dengan aturan terkait penyaluran beras dari dan ke luar gudang.
Selain itu, tambah dia, waktu keluar beras disesuaikan dengan waktu masuk dan perawatan secara berkala juga telah dilakukan untuk menjaga kondisi sanitasi gudang antara lain dengan pembukaan secara rutin setiap pagi.
"Jadi kondisinya memang sudah ada. Yang seperti itu sedang kita perbaiki tahap-tahapannya. Itu sudah kita pisahkan," katanya.
Sebelumnya, Tim Sergab TNI AD menemukan sekitar 6.000 ton beras tidak layak konsumsi dan busuk di gudang Bulog Sub Divre setempat di wilayah Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan.
Ribuan ton beras tersebut diduga merupakan beras pengadaan 2015 dan sebagian besar ditemukan dalam keadaan tidak layak dan berkutu.
Perum Bulog mengakui stok beras sebanyak 6.800 ton di gudang Ogan Komering Ulu Timur telah menurun mutunya karena terlalu lama mengendap.
Pejabat Pengadaan Perum Bulog Bachtiar di Palembang, Minggu, mengatakan, beras yang tidak layak konsumsi itu akan dimusnahkan, namun jika memungkinkan akan tetap disalurkan atau dijadikan pakan ternak.
"Kami akan pilah-pilah dulu, tapi jika tidak layak ya tidak akan disalurkan tapi dimusnahkan. Memang di gudang Ogan Komering Ulu Timur ini masih ada beras sisa pengadaan 2015," ucap Bachtiar.
Dia melanjutkan pihaknya telah membentuk tim untuk memeriksa ribuan ton beras itu, sehingga dalam waktu dekat bisa didapat angka pasti berapa banyak stok yang dapat dilepas. "Jika sudah dapat angka pastinya akan dirilis berapa nilai kerugian dari beras yang turun mutu itu," ujar dia.
Terkait dengan mekanisme penyimpanan beras di gudang, menurut Bakhtiar perum telah melakukan antisipasi untuk menjaga kualitas beras.
Dalam pembelian sudah ada tata caranya seperti untuk beras medium kadar broken 20 persen, kadar air di bawah 14 persen dan sosoh 95 persen.
Namun terkait kasus di Ogan Komering Ulu Timur ini tak lepas dari perubahan kebijakan pemerintah, di mana semula bantuan sosial berupa beras untuk keluarga sejahtera (Bansosrastra) menjadi bantuan pangan non-tunai (BNPT).
Biasanya bantuan sosial berupa beras Bulog namun pada 2017 beralih jadi nontunai.
RRN/Merdeka.com