Jumat, 23 November 2018|19:47:08 WIB
Jakarta: Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius Kiik Ro mengakui saham pemerintah di PT Merpati Nusantara Airlines bisa dilepas 100 persen. Hal tersebut sebagai kelanjutan atas putusan homologasi Pengadilan Niaga Surabaya terkait pengampunan kreditur terhadap beban utang Merpati.
"Iya bisa sampai seluruhnya (melepas saham pemerintah di Merpati). Kan ada evaluasinya," ujar Aloy di gedung Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, dikutip dari medcom.id Jumat, 23 November 2018.
Kata Aloy, keputusan privatisasi Merpati sepenuhnya ada di tangan Kementerian BUMN. Hal tersebut lantaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyerahkan langkah privatisasi pada Kementerian BUMN.
"Kemenkeu serahkan ke kita. Privatisasi lah," bebernya.
Namun demikian, Aloy masih enggan menyebutkan besaran valuasi pelepasan saham pemerintah yang ada di Merpati. Kementerian BUMN, akunya, masih mempelajari homologasi Merpati.
"Kalau di situ (keputusan homologasi Merpati) sudah diikat, kita rundingkan dulu karena dia kan sudah menangkan itu," jelas dia.
Perundingan homologasi dilakukan kepada investor yang akan menyuntikan dana kepada Merpati. Syarat privatisasi pun sudah termasuk dalam homologasi, pun kemampuan investor baru.
"Kita juga harus lihat kemampuan (investor Merpati), bener enggak," tukasnya.
Keputusan privatisasi Merpati dilakukan oleh tim privatisasi. Saat ini, Kementerian BUMN masih menggodok pembentukan tim privatisasi.
Namun untuk menuju privatisasi, Kementerian BUMN harus berkonsultasi dengan Kemenkeu. Kemudian melaporkannya pada Kemenko Perekonomian sebagai komite privatisasi. Baru lah kemudian dia membawanya ke DPR dalam hal ini Komisi VI.
"(Keputusan privatisasi) setelah tim terbentuk, tim privatisasi Merpati," pungkas Aloy.
Saat ini, Merpati sudah memiliki investor yang akan menyuntikan dana segar, yakni PT Intra Asia Corpora. Investor baru Merpati itu sudah berkomitmen untuk menyuntikan dana sebanyak Rp6,4 triliun.
fjr/medcom.id