Senin, 19 November 2018|15:00:28 WIB
Tijuana: Kafilah imigran dari beberapa negara Amerika Tengah meneruskan perjalanan dan terus bergerak menuju Amerika Serikat. Bertolak belakang dari beberapa kota pemberhentian sebelumnya, kali ini imigran menerima perlakuan kurang hangat dari masyarakat Tijuana.
Tijuana adalah kota terbesar di negara bagian Baja California, Meksiko. Kota ini merupakan salah satu titik perbatasan terdekat menuju Negeri Paman Sam.
Mayoritas imigran, yang telah berjalan kaki selama lebih dari sebulan, tidur di lapangan baseball di kompleks olah raga di Tijuana. Sebuah truk yang terparkir di pinggir jalan dijadikan tempat mandi bagi imigran wanita. Sementara para pria diarahkan untuk mandi di area terbuka.
Seperti dilansir dari kantor berita Fox News, Senin 19 November 2018, warga sekitar dilaporkan bertindak kasar kepada para imigran. Bahkan beberapa dari mereka melempari imigran dengan baku dan juga memancing perkelahian.
Sambutan warga lokal ini membuat banyak imigran yang sebagian besar berasal dari Honduras kebingungan. Mereka enggan kembali ke kampung halaman, tapi juga kurang diterima di Tijuana serta tidak yakin apakah nantinya bisa masuk ke AS.
Wali Kota Tijuana Juan Manuel Gastelum menyebut para imigran sebagai "gelandangan" dan memunculkan wacana referendum. Ia ingin mengajak 1,6 juta warga Tijuana untuk memutuskan nasib para imigran.
Kementerian Dalam Negeri Meksiko mengumumkan pada Jumat kemarin bahwa hanya ada sekitar 2.700 imigran asal Amerika tengah yang mengajukan suaka di Meksiko. Program suaka ini menjanjikan imigran adanya kesempatan kerja dan izin tinggal.
Sementara di AS, Presiden Donald Trump bertekad akan menghentikan kafilah tersebut. Ia berharap para imigran tidak bertindak anarkis di perbatasan AS sehingga dirinya tidak perlu memerintahkan aparat untuk melepaskan tembakan.
WIL/medcom.id