Kamis, 25 Oktober 2018|01:16:41 WIB
Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali anjlok pada penutupan perdagangan hari ini. IHSG bergerak minus pada penutupan perdagangan hari ini.
Mengutip mtvn IHSG, Rabu, 24 Oktober 2018 tercatat minus 88,474 poin atau 1,526 persen. Volume perdagangan mencapai 9,4 miliar lembar saham dengan nilainya mencapai Rp6,9 triliun. Sebanyak 298 saham jatuh terkapar dan hanya 111 yang naik. Aksi jual investor asing mencapai Rp686,8 milar.
Fund Manager Valbury Capital Management Suryo Narpati sebelumnya mengatakan setelah melemah pada penutupan perdagangan Selasa, 23 Oktober 2018, laju IHSG hari ini kembali melanjutkan pelemahan.
Kondisi itu karena adanya pernyataan tidak puas dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap penjelasan Pemerintah Arab Saudi mengenai kematian Khashoggi.
Atas pernyataan itu, lanjutnya, pasar saham kembali bergejolak karena pernyataan itu menjadi lampu merah bagi Pangeran Mahkota Saudi Mohammad bin Salma atas tuduhan memerintahkan pembunuhan Khashoggi.
"Pasar global yang tengah dihadapi sejumlah ketidakpastian berkenaan dengan kisruh Amerika Serikat menjadi sentimen yang menyulitkan IHSG melaju ke zona hijau," kata Suryo, seperti dikutip dari riset hariannya, Rabu, 24 Oktober 2018.
Namun, lanjut Suryo, pelemahan IHSG diperkirakan tidak terlalu dalam karena rilisnya kinerja keuangan perusahaan kuartal III. Ia memprediksi gerak IHSG hari ini berada di level support 5.730-5.781 dan resisten 5.832-5.882.
Sementara itu rupiah juga ikut melemah. Rupiah melemah terhadap mata uang paman sam pada penutupan perdagangan hari ini. Rupiah melemah lima poin dengan berada pada Rp15.197 per USD sebagaimana dikutip dari bloomberg. Bank Indonesia mencatat mata uang rupiah melemah dengan berada pada Rp15.193 per USD.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Rully Nova mengatakan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang berada di atas tiga persen masih menjadi sentimen negatif bagi kurs rupiah.
"Imbal hasil obligasi AS itu masih menjadi daya tarik investor di negara berkembang, sebagian investor cenderung memindahkan dananya sehingga membebani fluktuasi rupiah," ujarnya, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2018.
SAW/mtvn