Jumat, 28 Agustus 2015|22:06:22 WIB
PEKANBARU (RRN) - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Riau Marjohan Yusuf, mengatakan, pengerjaan proyek kebun sawit program Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur (K2i) berjalan bagus dan stagnan. Dalam kurun tiga tahun, bobot fisik proyek mencapai 6,65 persen. "Saya dengar proyek stagnan oleh pejabat-pejabat berikutnya," ujar Marjohan Yusuf, saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke persidangan tipikor dalam perkara korupsi program K2I dengan terdakwa Susilo.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Amin Ismanto, Marjohan juga menyebutkan bahwa proyek yang dibangun sejak 2005 untuk kesejahteraan masyarakat miskin itu sudah sangat bagus. "Sebenarnya proyek itu bagus, kenapa tidak dijalankan. Karena kalau ada masalah di-cut saja," tutur Marjohan yang saat itu juga menjabat Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi Riau.
Marjohan mengaku, pernah turun ke lokasi penanaman sawit di sejumlah kabupaten. Saat itu, penanaman yang dilakukan sudah baik. "Pekerjaan oleh PT Gerbang Eka Palmina sudah berjalan. Penanaman baik. Hanya saja terjadi musibah kebakaran sekitar 400 hektar, seperti di Dumai dan Sepahat," tutur Marjonan.
Menurut Marjohan, setelah kejadian itu dirinya tidak lagi menjabat Plt Kadisbun dan mundur dari Aparatur Sipil Negara (ASN), April 2008. Saat itu, berdasarkan laporan konsultan PT Bintang Dharma Urip, secara bobot fisik pekerjaan mencapai 6,65 persen . "Dana yang sudah dicairkan Rp29 miliar lebih. Total anggaran proyek Rp217 miliar dari APBD," ucap Marjohan.
Saat menjabat, ungkap Marjohan, dirinya mencairkan uang muka Rp14 miliar pada 2007. Pencairan setelah ada pengajuan dari konsultan. "Dalam pencairan uang muka, tidak ada persyaratan tertuang. Cuma minta laporan fisik dan permohonan pengembang dengan garansi bank," tambah Marjohan
Marjohan menilai, pengembang bertanggung jawab untuk memulihkan kebun. Meski begitu, kebakaran yang terjadi tetap tanggung jawab pengembang, apalagi jika tidak diajukan keberatan. Marjohan mengungkapkan, tahu proyek bermasalah dengan hukum dan menjerat mantan Kadisbun Susilo, setelah membaca berita di media massa.
Ketika hakim menanyakan, proyek tersebut ide siapa, Marjohan tak mengungkapkan secara pasti. "Jelasnya, ide (pejabat) sebelum saya. Pastinya, kebun itu keinginan masyarakat untuk terbebas dari kemiskinan," pungkasnya.
Usai mendengarkan keterangan Marjohan, JPU Nuraini Lubis, SH dan Sumriadi, SH kemudian menghadirkan tiga saksi lainnya. Seperti diketahui, Susilo dihadirkan ke persidangan atas tidak pidana korupsi Program K2I yang dilakukannya. Untuk pengembangan dan pembangunan usaha perkebunan K2I biaya yang dialokasikan untuk sektor usaha perkebunan sawit sebesar Rp217 miliar lebih, dengan luas lahan seluas 10.200 hektar.
Mencuatnya program K2I awalnya ditujukan untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat dengan program perkebunan. Total alokasi anggaran utnuk kebun kelapa sawit mencapai Rp 217 Miliar. Jumlah ini untuk lahan seluas 10.200 hektar. Anggaran sebesar Rp 39 Miliar diketahui telah dikucurkan semasa Susilo menjabat Kadisbun Riau. Saat itu anggaran diduga tidak dikucurkan secara keseluruhan.
Atas perbuatannya, Susilo dijerat dengan Pasal 2 dan atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1,' jelas Hasan. (teu/rtc)