Kamis, 01 Maret 2018|18:38:35 WIB
Jakarta: Sejumlah maskapai penerbangan resmi menaikkan harga jual tiketnya kepada penumpang, menyusul kenaikan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau dikenal sebagai airport tax di Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Airport tax merupakan salah satu komponen dalam tarif. Sejak 2015 lalu, airport tax tidak dibayar terpisah oleh penumpang di bandara, melainkan menjadi satu kesatuan bersama tiket. Karena menyatu dengan tiket, sehingga kewajiban membayarkan airport tax kepada pengelola bandara menjadi tanggung jawab maskapai penerbangan.
"PJP2U harus dibebankan kepada penumpang. Mau tidak mau harga harus naik. Penumpang mungkin belum tahu soal kenaikan PSC (passanger service charge), karena kan itu masuk ke dalam harga tiket," ujar Direktur Utama Sriwijaya Air Chandra Lie kepada awak media, Kamis (1/3).
Namun, ia melanjutkan, sejauh ini belum ada keluhan dari penumpang terkait kenaikan harga tiket pesawat. Sekadar informasi, Sriwijaya Air melayani sekitar 90 persen penerbangan domestik per hari yang terbang dari Terminal 2 Bandara Soetta.
Menurut Surat Menteri Perhubungan Nomor PR 303/1/1/PHB Tahun 2018, PJP2U penerbangan domestik Terminal 1 naik 30 persen dari Rp50 ribu per penumpang menjadi Rp65 ribu per penumpang.
Kemudian, untuk Terminal 2 airport tax-nya melesat 40 persen dari Rp60 ribu menjadi Rp85 ribu per penumpang, dan untuk Terminal 3 naik 15 persen, yaitu dari Rp200 ribu menjadi Rp230 ribu per penumpang.
Menurut Chandra, momentum kenaikan airport tax tidak tepat, karena industri maskapai tengah menghadapi kenaikan harga avtur dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.
Meskipun airport tax dibebankan maskapai kepada penumpang, namun harga tiket menjadi terkesan lebih mahal. Tentu, ini bisa berpengaruh terhadap keinginan terbang penumpang.
Sekretaris Perusahaan AirAsia Indonesia Baskoro Adiwiyono memastikan, kenaikan tarif PJP2U akan memengaruhi keseluruhan harga jual tiket. Karena, sekitar 70 penerbangan AirAsia per hari lepas landas dari Bandara Soetta. Pun demikian, ia menjamin tidak akan mengerek tarif dasar (basic fare) harga kursi penumpang.
"PJP2U merupakan salah satu komponen di dalam harga tiket penerbangan, sehingga apabila terjadi kenaikan PJP2U, otomatis harga tiket juga akan meningkat," terang dia.
Senada dengan Chandra, menurut Baskoro, kenaikan PJP2U juga diyakini akan memengaruhi daya tarik bepergian masyarakat dengan transportasi udara, terutama bagi penumpang maskapai berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) yang umumnya sensitif terhadap harga.
"Namun, kami berharap agar peningkatan PJP2U ini diiringi dengan peningkatan layanan bagi penumpang maupun maskapai sebagai mitra dari operator bandara," imbuh Baskoro.
Corporate Communication Lion Air Group Ramaditya Handoko juga menyatakan ikut menyesuaikan harga tiket seiring kenaikan PSC. "Namun, tarif dasar tidak ikut naik," ungkapnya.
Untuk pemesanan tiket penerbangan yang sudah dilakukan sebelum 1 Maret 2018, besaran PJP2U mengikuti tarif lama. Dengan demikian, penumpang tidak perlu menambahkan selisih biayanya.
"Sementara, belum ada keluhan dari penumpang karena untuk penerbangan domestik kan hanya naik Rp15 ribu. Jadi, tidak terlalu terpengaruh," terangnya.
Ramaditya berharap, dengan kenaikan airport tax, kinerja pelayanan dari pengelola bandara meningkat baik kepada penumpang maupun operator maskapai.
Sebagai catatan, Group Lion Air saat ini melayani penerbangan 243 penerbangan per hari dengan rincian 74 penerbangan dari Terminal 1A, 72 penerbangan dari Terminal 1B, 78 penerbangan dari Terminal 1C, dan 19 penerbangan dari Terminal 2.
Penyesuaian harga tiket juga dilakukan oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang saat ini melayani 35 penerbangan internasional per hari dari rata-rata 160 penerbangan dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Sementara, 125 penerbangan sisanya merupakan penerbangan domestik.
bir/cnni