Rabu, 28 Februari 2018|19:35:37 WIB
Jakarta: Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini, ditutup anjlok 72 poin ke level 13.571 per dolar AS. Kendati melemah cukup signifikan, pelemahan rupiah dinilai relatif terkendali dibandingkan pelemahan mata uang lainnya dan diperkirakan tak akan menembus Rp14.000 dolar AS dalam waktu dekat.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Dody Zulferdi menjelaskan, pelemahan rupiah pada hari ini masih merupakan lanjutan dari dampak koreksi harga saham dan obligasi di pasar keuangan internasional yang sudah terjadi sejak pertumuan The Federal Open Market Committee (FOMC) akhir januari lalu.
Selain itu, pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di senat AS tadi malam yang mengumumkan membaiknya data-data ekonomi Amerika Serikat, memicu ekspektasi kenaikan suku bunga AS lebih cepat daripada perkiraan semula.
"Situasi tersebut mendorong penguatan dolar AS pada semua mata uang dunia, baik negara maju maupun emerging, seperti Indonesia. Dengan dukungan stabilisasi oleh BI yang dilakukan sejak pembukaan pasar domestik tadi pagi, hari ini pelemahan rupiah masih relatif terkendali dibanding pelemahan mata uang lain," ujar Doddy Zulferdi pada media, Rabu (28/2).
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS sebesar 0,48 persen, menurut Doddy, masih lebih baik dibandingkan euro yang melemah 0,68 persen, New Zealand Dolar (NZD) yang melemah 0,93 persen, Australia dollar 0,94 persen yang melemah 0,84 persen, South Africa rand sebesar 1,4 persen, India Rupee 0,58 persen, dan Korean won 1,09 persen.
Pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini dinilai lebih disebabkan respons pasar terhadap situasi global, bukan karena faktor domestik. Dari sisi domestik, menurut dia, cukup banyak faktor positif yang dapat menopang stabilitas rupiah, mulai dari tren pertumbuhan ekonomi yang membaik, laju inflasi Januari yang terjaga, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan cadangan devisa yang relatif besar.
"Dengan dukungan perbaikan faktor tersebut, rupiah seharusnya bisa menguat kembali setelah proses koreksi di pasar keuangan ini mereda," jelasnya.
Bank Indonesia, sambung Doddy, akan terus memonitor perkembangan situasi global dan telah melakukan langkah-langkah stabilisasi di pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) agar volatilitas rupiah tetap terkendali dan sesuai fundamentalnya.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Samuel menilai, fluktuasi rupiah kemungkinan masih akan terjadi pada sepanjang semester pertama tahun ini. Kendati demikian, David meramal pelemahan rupiah tak akan menembus Rp14.000 dolar AS.
"Saya rasa kalau dalam waktu dekat tidak akan sampai Rp14.000 per dolar AS. BI juga sudah berkomitmen untuk menjaga rupiah tak berfluktuasi terlalu besar," terang dia.
David mengaku, tak khawatir melihat kondisi pelemahan rupiah saat ini. Pasalnya, secara presentase, pelemahan rupiah belum terlalu dalam.
"Pelemahannya hari ini masih di bawah satu persen, dan sepanjang tahun ini, pelemahannya masih di kisaran dua persen," terang dia.
Ke depan, ia menyebut, fluktuasi rupiah akan banyak didorong oleh kemungkinan naiknya suku bunga The Fed di tahun ini lebih banyak dari prediksi semula. Pasar rupiah yang cukup tipis juga membuat rupiah lebih mudah berfluktuasi.
Selain suku bunga The Fed, kebutuhan dolar AS yang biasanya tinggi di bulan April karena ada repatriasi dividen perusahan yang juga dapat mendorong timbulnya fluktuasi pada nilai tukar rupiah.
bir/cnni