Selasa, 27 Februari 2018|14:51:24 WIB
Jakarta: Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperkirakan pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) semakin bergejola dipicu sentimen kenaikan suku bunga acuan AS.
Volatilitas kurs rupiah paling rentan terjadi menjelang pertemuan dewan pembuat kebijakan Bank Sentral AS atau yang biasa disebut The Federal Open Market Commitee (FOMC).
Dia memperkirakan rapat FOMC akan menghasilkan keputusan kenaikan suku bunga acuan AS akan berlangsung tiga kali tahun ini, yakni Maret, Juni, dan Desember. Maka itu, masa-masa jelang rapat FOMC di tiga bulan tersebut akan menjadi titik kritis bagi nilai tukar Rupiah.
Sekadar informasi, pengumuman kenaikan tingkat suku bunga acuan AS penting lantaran menjadi tolak ukur imbal hasil instrumen investasi di negara tersebut. Dengan demikian, jika suku bunga naik, maka aliran modal keluar dari Indonesia (capital outflow) akan kencang dan bisa menggangu stabilitas Rupiah.
"Menjelang rapat FOMC pasti akan ada volatilitas. Tapi setelah rapat itu selesai, ada kondisi yang stabil," jelas Agus pada media setempat, Selasa (27/2).
Ia menjelaskan kondisi nilai tukar Rupiah saat ini tak lepas dari antisipasi menjelang rapat FOMC pada Maret nanti. Namun menurutnya, saat ini kondisinya dianggap masih wajar karena sebagian besar penyebabnya merupakan sentimen eksternal.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Rupiah sudah terdepresiasi sebanyak 0,79 persen dibanding posisi awal tahun. Hal itu dipicu kebijakan AS yang ingin meningkatkan imbal hasil surat utang AS lantaran ingin memperbesar pembiayaan fiskal melalui surat utang.
"Selain itu ada kesan bahwa ekonomi AS dalam perbaikan sehingga ada kenaikan inflasi dan Fed Fund Rate. Sehingga (volatilitas) ini kami lihat dalam kondisi yang wajar karena ada pengaruh luar negeri," tambah dia.
Menurutnya, BI baru akan melakukan intervensi jika nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sudah menyimpang jauh dari fundamentalnya. Namun, Agus bilang, saat ini nilai tukar Rupiah masih dalam rentang fundamentalnya meski tidak menyebut angka pasti ihwal nilai fundamental yang dimaksud.
Selain itu, ia juga bilang cadangan devisa yang dikelola BI juga mumpuni untuk melakukan intervensi ke pasar valuta asing jika nilai tukar Rupiah nanti terjerembab. Per akhir Januari 2018, cadangan devisa Indonesia tercatat US$131,98 miliar dan mampu membiayai delapan bulan impor.
"Tiga tahun terakhir, pasar uang kami anggap likuiditasnya bagus, comfortability bagus, credibility-nya juga bagus. Sejauh ini, market menciptakan supply-demand yang cukup baik," pungkasnya.
lav/bir/cnni