Kamis, 31 Agustus 2017|18:51:35 WIB
Jakarta: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo berencana menggunakan pasal 'obstruction of justice' atau perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum terhadap anggota Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap lembaga anti-rasuah.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan Pansus Angket KPK selama ini menghambat penegakan hukum yang tengah dilakukan pihaknya, salah satunya kasus korupsi e-KTP.
"Kami sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice kan bisa kami terapkan," kata Agus kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (31/8).
Pasal yang mengatur menghalang-halangi proses penegakan hukum tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bunyi Pasal 21 itu yakni, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau pun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)."
"Karena kami sedang menangani kasus yang besar selalu dihambat," tutur Agus.
Agus menyatakan gerakan anti-korupsi tak boleh berhenti dan harus berjalan terus. Dia berharap masyarakat mendukung KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Nah mudah-mudahan, kalau rakyat mendukung juga kita bisa optimal melakukan kerja (pemberantasan korupsi)," tutur Agus.
Pansus Angket KPK melakukan manuver yang dianggap melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Terakhir, Pansus Angket KPK memanggil Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman.
Rapat Pansus
Terpisah, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Indra Sahnun Lubis mengklaim KPK meminjam uang Rp5 miliar dari pengusaha Probosutedjo. Uang itu digunakan oleh KPK untuk menjebak oknum pegawai Mahkamah Agung dalam operasi tangkap tangan.
Hal itu diungkapkan dalam RDPU Pansus Angket terhadap KPK dengan sejumlah pangacara di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/8).
Indra mengatakan uang Rp5 miliar yang dipinjam untuk menjebak pegawai MA itu diserahkan langsung oleh Probosutedjo. Informasi itu pengakuan langsung dari Probosutedjo selaku kliennya.
"Pak Probosutedjo menyediakan uang Rp5 miliar. Mereka (KPK) pinjam untuk menjebak," ujar Indra.
Indra membeberkan saat itu Probosutedjo mengadu ke KPK karena ada sejumlah pegawai di MA hendak meminta uang untuk mengamankan kasusnya pada tahun 2006. Uang yang diminta dalam rangka proses kasasi kasus korupsi penyelewengan dana reboisasi milik pemerintah sebesar Rp100,9 miliar.
Setelah terjadi proses penangkapan pegawai MA, Indra menyebut, uang Rp5 miliar milik Probosutedjo tidak pernah dikembalikan oleh KPK. Padahal, KPK menyebut uang Rp5 miliar itu hanya dipinjam untuk menjebak hakim MA.
"Uang uang dipinjamkan tidak balik sampai sekarang," kata Indra yang saat itu menjadi penasihat hukum Probosutedjo.
asa/cnni