Selasa, 01 Agustus 2017|20:06:21 WIB
Jakarta: Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan uji materi terhadap pasal-pasal makar pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam sidang tersebut, ahli hukum pidana Andi Hamzah mempersoalkan penafsiran yang keliru soal pengertian makar.
"Ketentuan tentang makar untuk kejahatan terhadap keamanan negara telah salah atau keliru diartikan sehingga akan membungkam hak rakyat berpendapat," kata Andi saat bersaksi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (1/8).
Pakar hukum dari Universitas Trisakti ini mangatakan, makar adalah percobaan pembunuhan terhadap pimpinan negara, baik eksekusi tersebut berhasil ataupun tidak.
Ia pun menyayangkan tindakan Pemerintah terhadap orang-orang yang dianggap melakukan makar, seperti penangkapan tersangka makar jilid satu usai Aksi 212, serta tersangka makar jilid dua yang hendak melakukan Aksi Bela Islam pada Maret 2017 lalu.
"Salah mengartikan makar itu yang dipersoalkan. Orang itu tidak melakukan makar sebenarnya. Makar itu mencoba membunuh presiden, mencoba kudeta," ujarnya.
"Karena sekarang telah terjadi salah tafsir soal makar. Saya mengusulkan kepada DPR yang sekarang sedang membahas KUHP nasional, supaya pembunuhan terhadap Presiden diatur (hukuman) pidana mati, dan percobaan pembunuhannya, pidana seumur hidup," katanya.
Sidang ini beragendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon, yakni ahli hukum pidana Andi Hamzah dan ahli hukum HAM Universitas Islam Indonesia Eko Riyadi.
Adapun pemohonnya adalah orang-orang yang pernah dipidana berdasarkan pasal-pasal makar, yakni Hans Wilson Walder, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai, John Jonga, dan Yayasan Satu Keadilan.
Salah satu kasus yang pernah menimpa pemohon, Hans Wilson dituduh melakukan pengibaran bendera bintang kejora pada 14 Desember 2010. Saat itu, dirinya bersama dengan 50 mahasiswa Papua melakukan demonstrasi solidaritas memperingati HUT ke-22 Proklamasi Kemerdekaan Melanesia Barat di Manokwari.
Para pemohon merasa ketentuan yang mengatur soal makar menjadi alat untuk Pemerintah mengkriminalisasi pemohon.
Wis/Cnni/RRN