Jumat, 07 Juli 2017|20:36:08 WIB
Jakarta: Politikus Demokrat Jafar Hapsah menuding Muhammad Nazaruddin sebagai pihak yang menyeret namanya sehingga muncul juga di dalam surat dakwaan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Nazaruddin saat itu menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.
"Itu hubungannya dengan Nazaruddin sebagai bendahara umum saya," ujar Jafar usai diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/7).
Jafar mengaku tak pernah terlibat dalam proyek e-KTP. Saat proyek itu berjalan, ia menjabat sebagai anggota Komisi IV DPR. Sementara proyek e-KTP menjadi kewenangan Komisi II DPR yang bermitra dengan Kemdagri sebagai pelaksana.
"Saya tidak pernah terlibat karena saya di Komisi IV, sedangkan proyeknya di Komisi II," katanya.
Ia juga berkukuh tak pernah menerima uang terkait proyek e-KTP. Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto disebutkan ada aliran dana sebesar US$5,5 juta yang mengalir ke Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Uang itu disebutkan untuk digunakan sebagai biaya kongres Partai Demokrat di Bandung. Namun Jafar mengaku tak mengetahuinya karena tidak ikut kongres tersebut.
"Enggak tahu, saya enggak ikut kongres," ucapnya.
Meski demikian, dalam persidangan Irman dan Sugiharto, Jafar mengaku pernah menerima uang Rp1 miliar dari Nazaruddin. Ia beralasan uang itu digunakan untuk biaya operasional partai. Namun belakangan uang itu telah dikembalikan ke KPK.
Selain Jafar, KPK juga memeriksa politikus Demokrat lainnya Khatibul Umam. Khatibul ditanya soal prosedur penganggaran hingga pembahasannya di banggar. Ia mengaku tak lagi ditanya soal dugaan penerimaan aliran dana e-KTP.
"Kalau e-KTP pasti ditanyakan soal prosedur penganggaran, nota keuangan, sampai ke banggar, kemudian balik lagi ke Komisi II. Teknis itu semua saya jelaskan," terangnya.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Khatibul disebut menerima uang US$400 ribu. Menurut Nazaruddin, uang itu akan digunakan Khatibul untuk pencalonan menjadi Ketua GP Ansor.
pmg/kid/rrn