Rabu, 28 Juni 2017|18:01:19 WIB
Jakarta: Google bukan hanya kena denda sebesar US$2,7 miliar atau hampir Rp3,6 triliun karena menyalahgunakan peran sebagai mesin pencari untuk mempromosikan toko online miliknya sendiri. Uni Eropa (UE) menganggap tindakan itu sebagai monopoli, yang jelas terlarang.
Keputusan UE pada Selasa (27/6) itu ternyata juga ‘mengancam’ anak-anak perusahaan Google yang lain.
UE akan memonitor Google sebagai tindakan pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran yang sama di masa mendatang. Bisnis yang dimonitor termasuk yang krusial, seperti ponsel, pembelian iklan online dan mesin pencari kategori khusus seperti travel.
Soal itu, Google punya Google Flights.
Mengutip Reuters, pukulan yang dirasakan Google sebenarnya bukan saat ia dikenai denda. Namun penetapan UE bahwa perusahaan itu melakukan monopoli akan membatasi geraknya. Kepala Bidang Persaingan Bisnis UE Margrethe Vestager meyakinkan Google sudah sepakat untuk dimonitor selama bertahun-tahun ke depan agar pelanggaran serupa tidak terjadi lagi.
“Dijatuhi maklumat saja sudah bisa membatasi pilihan strategis Google di masa depan,” kata analis media digital dan periklanan online dari Enders Analysis, Matti Littunen di London.
Pernyataan Littunen didukung fakta bahwa saham teknologi induk perusahaan Google, Alphabet tidak menurun meski ada pernyataan dari UE. Dalam dua tahun sejak UE dan pihak berwenang Eropa menyelidiki dugaan monopoli di tubuh Google, sahamnya justru naik dua kali lipat.
Saham Google diperdagangkan tepat di bawah saingannya, Apple yang juga dikenal sebagai saham paling bernilai tinggi di dunia dengan kapitalisasi pasar sebesar US$666 miliar.
Apa yang terjadi pada Google, sebelumnya pernah menimpa Microsoft. Pada 2004 UE menyatakan bahwa Microsoft Corp menyalahgunakan posisi dominannya di pasar Windows dan lainnya. Pernyataan itu membuat gerakan sang perusahaan raksasa terbatas, seperti Google sekarang.
Namun di sisi lain, itu ikut andil membuka jalan bagi bisnis Google.
Mark Patterson, profesor dari Fordhan Law School menilai, tindakan UE untuk membebankan tanggung jawab soal monopoli sepenuhnya pada perusahaan yang bersangkutan menunjukkan bahwa pengetahuan pembuat peraturan soal teknologi modern dan kompleksitasnya terbatas.
“Perbaikan untuk anti-monopoli biasanya meminta perusahaan yang melanggar aturan anti-monopoli untuk menghentikan menghentikan kegiatan tertentu,” Patterson menjelaskan.
Atau, lanjutnya, hukuman lain yang lebih jarang diminta: menerapkan perbaikan tertentu.
“Keputusan ini hanya meminta Google memberlakukan ‘perlakuan setara,’ bukan bagaimana cara melakukan itu,” tuturnya. Ia melanjutkan dengan tegas, “Keputusan ini menunjukkan sulitnya mengatur perusahaan internet yang berbasis pada algoritma.”
Diketahui, UE memberi waktu 90 hari bagi Google untuk menghentikan aktivitas ilegalnya, atau perusahaan itu harus membayar denda hingga lima persen dari rata-rata perputaran harian pendapatan perusahaan induk mereka, Alphabet di seluruh dunia.
Denda yang diterapkan disebut-sebut merupakan denda tertinggi yang pernah dijatuhkan UE. Apa yang dilakukan Google, terlarang berdasarkan peraturan anti-monopoli dari UE. “Tindakan Google merusak persaingan ketat,” kata Margrethe pada Selasa kemarin.
Denda Uni Eropa dijatuhkan setelah tujuha tahun penyelidikan. Juli tahun lalu, UE menyatakan perusahaan teknologi tersebut bersalah memanipulasi hasil mesin pencarian untuk mendukung layanan Google Shopping, yang menawarkan perbandingan harga pada produk.
Google menyangkal tuduhan dan mengatakan iklan itu bertujuan memudahkan konsumen menemukan yang mereka inginkan. Masalahnya, yang direkomendasikan adalah perusahaan mereka sendiri.
cnni/rsa