Sabtu, 10 Juni 2017|16:32:45 WIB
Jakarta: Sebanyak 140 tokoh masyarakat dan 28 Koalisi Masyarakat Sipil menggulirkan petisi bersama terkait wacana pelibatan militer secara langsung dalam revisi UU pemberantasan tindak pidana terorisme. Para tokoh dan koalisi masyarakat ini menawarkan UU Perbantuan Militer sebagai langkah yang ideal.
"Pengaturan pelibatan militer dalam revisi UU pemberantasan tindak pidana terorisme tanpa melalui keputusan politik negara akan menimbulkan tumpang-tindih fungsi dan kewenangan antaraktor pertahanan dan keamanan," kata perwakilan tokoh, Sumarsih di Kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat 9 Juni 2017.
Sumarsih menambahkan, pengaturan itu juga akan mengancam kehidupan demokrasi dan HAM, melanggar prinsip supremasi sipil, dan menarik militer kembali dalam ranah penegakan hukum sehingga dapat merusak mekanisme criminal justice.
Lebih lanjut, kata Sumarsih, pengaturan ini akan berlawanan dengan arus reformasi yang sudah menghasilkan capaian positif, yaitu meletakkan militer sebagai alat pertahanan negara demi terciptanya tentara yang profesional.
"Kami meminta kepada pemerintah dan DPR agar revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tetap berada dalam kerangka sistem negara demokrasi, penghormatan pada negara hukum dan HAM serta menggunakan mekanisme criminal justice system model," ucap dia.
Namun jika pemerintah dan DPR tetap bersikukuh mengatur pelibatan militer dalam revisi UU ini, maka harus memenuhi enam syarat.
Sumarsih menyebut, jika pemerintah bersikeras mengatur pelibatan militer dalam revisi UU ini, ada enam syarat yang harus dipenuhi. Pertama, pelibatan militer harus atas dasar kebijakan dan keputusan politik negara.
Kedua, pelibatan militer atas permintaan dari kepolisian atau pemerintah daerah atau pemerintah pusat. "Ketiga, pelibatan itu dilakukan pada saat ancaman terorisme yang tidak dapat ditangani lagi oleh kepolisian," ucap dia.
Sumarsih melanjutkan, keempat prajurit yang dilibatkan di bawah kendali operasi (BKO) kepolisian, sifatnya perbantuan. Kelima, pelibatan bersifat proporsional dan dalam jangka waktu tertentu alias sementara. Keenam, prajurit yang dilibatkan tunduk pada sistem pradilan umum.
"Kami memandang yang ideal dan penting dilakukan pemerintah dan DPR adalah segera membentuk UU Perbantuan Militer sehingga dapat menjadi payung hukum dan aturan main yang lebih jelas dan komprehensif. Dan bukan malah mengaturnya secara parsial dan kurang tepat di dalam revisi UU pemberantasan tindak pidana terorisme," beber dia.
Adapun sejumlah tokoh masyarakat yang menyatakan dukungan terhadap petisi ini adalah Azyumardi Azra, Todung Mulya Lubis, Mochtar Pabotinggi, Hermawan Sulistyo, Hendardi, Marzuki Darusman, Penrad Siagian, Suciawati, Haris Azhar, Al Araf, Usman Hamid, Alissa Wahid, dan Rumadi Ahmad.
Mtvn/Dri/RRN