Rabu, 07 Juni 2017|19:46:16 WIB
Jakarta: Komisi XI DPR kembali menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Periode 2017-2022, pada Rabu, (7/6). Mereka adalah Edy Setiadi, Hoesen, Haryono Umar, dan Ahmad Hidayat.
Ada dua posisi yang diperebutkan. Pertama, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap Anggota OJK. Posisi itu diperebutkan oleh Edy Setiadi dan Hoesen.
Kedua, kursi Ketua Dewan Audit merangkap Anggota OJK yang diperebutkan oleh Haryono Umar dan Ahmad Hidayat.
Melihat latar belakang, Edy Setiadi bukan orang baru di OJK. Saat ini ia menjabat Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) I Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam sesi tanya jawab pertama, Edy sempat dicecar oleh anggota Komisi XI yang menanyakan kasus krisis keuangan perusahaan asuransi tertua di Indonesia yakni AJB Bumiputera.
Salah satu anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Willgo Zainar menanyakan progres restrukturisasi AJB Bumiputera hingga saat ini. Selain itu, anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P Muhammad Prakosa juga menanyakan hal yang sama, salah satunya mengenai penunjukkan pengelola statuter AJB Bumiputera oleh OJK saat ini.
Menjawab pertanyaan tersebut Edy mengatakan, pada dasarnya program restrukturisasi yang dilakukan oleh OJK bertujuan untuk menyelamatkan hak para pemegang polis yang mencapai 6,5 juta orang.
Program restrukturisasi itu pun menurutnya harus melalui tahapan yang rumit mengingat bentuk badan hukum AJB Bumiputera bukanlah Perseroan Terbatas (PT) melainkan mutual di mana pemegang polis merupakan pemegang saham. Akhirnya OJK pun membentuk pengelola statuter yang bertugas dan bertanggungjawab kepada OJK.
"Memang kalau ada permasalahan ya ikut sulit juga karena anggaran dasar AJB Bumiputera tidak mengatur itu. Namun dalam Undang-Undang Asuransi jelas, bilamana ada kesulitan yang belum jelas maka perlu dibentuk pengelola statuter," jawab Edy, Rabu (7/6).
Dia juga menambahkan bila OJK waktu itu tidak melakukan penunjukan pengelola statuter AJB Bumiputera, maka dapat mengancam 6,5 juta pemegang polis tersebut.
"Pada saat itu kalau OJK tak membentuk pengelola statuter, maka harus melikuidasi AJBB, maka waktu itu penunjukkan statuter. Kalau di perbankan jelas aturannya, ada langkah-langkahnya. Kalau OJK ini belum ada, maka pengelola statuter dipilih," tambahnya.
Ke depan, agar kasus serupa tidak terulang lagi, ia pun akan melakukan beberapa langkah antisipasi. Seperti deteksi dini dengan melihat seluruh perusahaan IKNB dan lebih sensitif dalam menghitung permodalan.
"Kami akan melihat kembali, aturan sekarang sudah hijau semua tapi ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki. Lebih sensitif terhadap perhitungan permodalan, rasio-rasio tertentu yang lebih rentan pada insurance itu sendiri," sebutnya.
Selain Edy, anggota Komisi XI juga akan menguji dua calon anggota Dewan Komisioner OJK lainnya. Adapun Hoesen adalah mantan Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2012. Ia juga sempat menempati posisi Direktur Utama PT Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) pada 2009.
Sementara itu, Haryono Umar adalah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2007-2011. Sebelumnya ia lama berkecimpung di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Adapun Ahmad Hidayat saat ini tercatat sebagai Direktur Departemen Keuangan Internal Bank Indonesia (BI).
cnni/gir/RRN