Senin, 08 Mei 2017|20:05:52 WIB
Jakarta: Saudi Arabia berencana memberikan kontrol lebih bagi kaum wanita atas kehidupan dalam sejumlah bidang dan aktivitas, seperti pendidikan dan pekerjaan.
Sejumlah media Saudi melaporkan, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud telah mengeluarkan perintah yang memungkinkan wanita memperoleh manfaat dari layanan pemerintah seperti akses pendidikan hingga kesehatan tanpa persetujuan wali laki-laki.
Dengan aturan baru ini, perempuan Saudi mendapat sejumlah kelonggaran baru di masyarakat, mulai dari akses pendidikan serta kesehatan yang lebih luas lagi, kebebasan baru untuk bekerja di sektor publik dan swasta, serta hak perempuan untuk mewakili diri mereka sendiri di pengadilan tanpa persetujuan wali laki-laki.
"Saat ini setidaknya Saudi membuka pintu untuk berdiskusi mengenai sistem wali. Wanita adalah kaum yang independen, bisa menjaga diri mereka sendiri," kata Maha Akeel, juru kampanye hak perempuan sekaligus direktur Organisasi Kerja Sama Negara Islam (OKI) berbasis di Jeddah, Senin (8/5).
Hal ini dilakukan menyusul kemarahan sejumlah komunitas internasional terkait terpilihnya negeri kaya minyak itu sebagai anggota Komisi Wanita Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terfokus membentuk "standar global mengenai kesetaraan gender dan penguatan pemberdayaan perempuan."
Salah satu yang menolak adalah Inggris. Melalui kementerian luar negerinya, London menolak pemilihan Riyadh dalam salah satu organisasi PBB tersebut.
Perdana Menteri Belgia Charles Michel juga "menyesalkan" keputusan duta besarnya untuk PBB yang mendukung keanggotaan Saudi tersebut.
Saudi, sebagai kerajaan yang sangat konservatif menjadi sebuah negara dengan pemisahan gander paling kentara di dunia. Kehidupan kaum wanita diatur dan dikontrol sepenuhnya di bawah pengawasan wali laki-laki.
Sistem perwalian selama ini mengharuskan kaum hawa di negara itu mendapat izin dari ayah, suami, atau anak laki-lakinya untuk berpergian, belajar, hingga menikah. Sejumlah pihak menganggap sistem ini menghambat kemajuan hak dasar kaum permepuan.
"Perwalian pria tidak mencerminkan ke-Islaman, ini memalukan kaum wanita. Beberapa pria memanfaatkan sistem ini untuk keuntungan mereka dan menyalahgunakannya," tutur Akeel, seperti dikutip The Independent.
Salah satunya, aturan negara melarang wanita Saudi mengemudi dan harus mengenakan pakaian serba hitam dari ujung kepala hingga kaki mereka di depan umum.
Namun, kesetaraan gender terus diperjuangan di negara Timur Tengah itu. Perluasan peran perempuan dalam angkatan kerja diperkuat menyusul upaya pemerintah Saudi melakukan diversifikasi ekonomi negara demi mengurangi ketergantungan mereka pada minyak.
Tren ini dimulai pada 2011 lalu, ketika mendiang Raja Abdullah mengizinkan perempuan menjabat di dewan penasihat pemerintah atau Dewan Syura. Sejak itu, wanita juga memiliki hak untuk memilih dalam pemilu lokal, bekerja di sektor ritel serta perhotelan, hingga bersaing untuk Olimpiade untuk pertama kalinya pada 2012 lalu.
Meski begitu, Saudi masih menduduki peringkat 141 dari 144 negara dalam daftar Kesenjangan Gender Global 2016, sebuah forum ekonomi dunia yang berfokus pada penguatan partisipasi perempuan dalam sekotr ekonomi, politik, kesehatan, dan pendidikan.
les/cnni