Direktorat Operasi Dihapus, Pilot Garuda Ancam Mogok Terbang
Penghapusan Direktorat Operasi dan Direktorat Teknis dinilai pekerja bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. REUTERS/Darren/Cnni Pic

Direktorat Operasi Dihapus, Pilot Garuda Ancam Mogok Terbang

Kamis, 04 Mei 2017|23:45:50 WIB




Jakarta: Karyawan dan pilot PT Garuda Indonesia Tbk yang tergabung dalam Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) mengancam akan melakukan mogok kerja jika pemerintah dan pemegang saham tetap menghapus Direktorat dan pejabat Direktur Operasi dan Direktorat Teknik dalam nomenklatur manajemen perusahaan.

Ketua Umum Sekarga Ahmad Irfan menjelaskan, hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Garuda Indonesia pada 12 April 2017 lalu yang menghapus Direktorat Operasi dan Direktorat Teknis bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Selain itu pasal 42 huruf d dan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 121.59 tentang Management Personnel Required dan CASR 121.61 tentang Minimum Qualifications of Management Personel serta Operation Manual-A perusahaan juga dengan jelas dilanggar.

“Akibat pelanggaran tersebut, air operator certificate (AOC) Garuda bisa dibekukan. Padahal saat ini Garuda sedang menjalani audit untuk perpanjangan AOC yang akan habis pertengahan Juni nanti,” ujar Ahmad, dikutip Kamis (4/5).

Jika AOC dibekukan, bisa dipastikan Garuda Indonesia sebagai flag carrier maupun maskapai komersil tidak bisa lagi mengudara.

Presiden APG Capt. Bintang Hardiono menambahkan, AOC Garuda bisa dicabut pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan karena perusahaan bisa dianggap melanggar keselamatan penerbangan.

“Semua aturan-aturan tersebut terkait dengan keselamatan penerbangan. Sementara di penerbangan itu, yang paling utama adalah soal keselamatan dan keamanan penerbangan. Baru setelah itu regularity, service dan ekonomi (bisnis),” ujarnya.

Pilot senior Garuda Capt. Shadrach Nababan berpendapat, pelanggaran aturan yang dilakukan Garuda bisa juga berdampak kepada penerbangan seluruh maskapai Indonesia di mata dunia penerbangan internasional.

“Aturan penerbangan itu kan dari internasional dan nasional. Kalau kita langgar, bisa saja kita dapat sanksi lagi dari internasional. Misalnya, kategori kita oleh FAA (otoritas penerbangan AS) bisa diturunkan lagi ke kategori 2, sama dengan negara-negara di Afrika. Karena yang kita langgar ini terkait keselamatan penerbangan,” ujar Shadrach.

Keputusan pemegang saham untuk menghapuskan Direktorat Operasi dan Direktorat Teknik diambil dalam RUPS Garuda Indonesia pada 12 April 2017. Selain menggantikan Arif Wibowo dengan Pahala Nugraha Mansury sebagai Direktur Utama, pemegang saham juga mengangkat dua profesional lainnya sebagai direktur perusahaan, yaitu Puji Nur Handayani untuk posisi Direktur Produksi dan Nina Sulistyowati sebagai Direktur Marketing dan Teknologi Informasi.

Masuknya tiga direksi baru, dibarengi dengan pemberhentian empat direksi lama. Selain Arif Wibowo, tiga direksi lain yang diberhentikan adalah Iwan Joeniarto yang sebelumnya menjabat Direktur Teknik dan Teknologi Informasi, Agus Toni Soetirto dari jabatan Direktur Niaga, dan Novijanto Herupratomo dari kursi Direktur Operasional.

Masuknya tiga direksi baru untuk menggantikan empat direksi yang diberhentikan, menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Pasalnya, kursi Direktur Operasional dibiarkan kosong oleh pemegang saham.

Padahal, jabatan tersebut memegang peranan penting dalam sebuah perusahaan transportasi. Publik bertanya, siapa yang kemudian akan menjadi komandan hilir mudiknya ratusan pesawat Garuda Indonesia dari dan menuju berbagai bandara di kota-kota dalam dan luar negeri?

Siapa yang akan bertanggung jawab jika kemudian terjadi keterlambatan penerbangan, insiden kecil sampai kecelakaan fatal jika tidak ada Direktur Operasi?

gen/cnni
 







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita EKONOMI

MORE

MOST POPULAR ARTICLE