Kamis, 27 Agustus 2015|14:58:03 WIB
Jakarta (RRN) - Wacana Presiden Joko Widodo mengeluarkan surat edaran soal kebijakan kepala daerah agar tidak takut mengeluarkan kebijakan menuai kritik. Seharusnya Jokowi tidak mengeluarkan kebijakan yang instan.
"Jadi presiden harus diajak berfikir sistemik, jangan dia pikir ini ada obat sakit gigi untuk persoalan seperti ini. Itu tidak bisa. Yang saya harap presiden datang dengan solusi sistemik. Kalau tidak, maka tidak ada jaminan, bagi saya dan para pejabat lainnya, kalau bukan pada sistem hukum," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Kamis (27/8/2015).
Fahri melanjutkan, jika surat tersebut benar akan diedarkan, dampaknya akan terlihat dalam jangka panjang. Bukan hanya dalam pemerintahan Jokowi, juga pemerintahan selanjutnya.
"Jadi tidak ada obat ringkas, misalnya presiden ingin menjamin orang tidak dipidana, itu tidak ada cerita itu. Karena ketika di judicial review pasti keputusan (presiden) itu akan ditolak Mahkamah Agung," lanjutnya.
Oleh sebab itu, politikus PKS ini mengimbau, sebaiknya presiden melakukan kajian mendalam terhadap kepala daerah karena tak berani mengeluarkan kebijakan secara komprehensif.
"Sebaiknya presiden melakukan kajian yang komprehensif terhadap kanapa ada ketakutan yang luar biasa dari para pejabat sehingga tdak berani mengambil keputusan," tukas Fahri.
Sebelumnya Jokowi meminta aparat hukum untuk tidak mengkriminalisasi kebijakan para pejabat yang akan menjalankan proyek pembangunan. Dia ingin pembangunan berjalan lancar.
"Saya minta kepada semua aparat hukum agar jangan kriminalisasikan kebijakan. Harus ada diskresi untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan. Masalah perdata diselesaikan secara perdata, jangan dikriminalkan," tegas Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (24/8/2015).
Permintaan itu, jelas Jokowi, semata demi kelancaran program pembangunan pemerintah. Bukan karena tidak mendukung program antikorupsi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta menginstruksikan Kejaksaan Agung membentuk tim khusus untuk mendampingi penyerapan anggaran di setiap daerah. Hal itu demi menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional.
Anggota Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki menyebut, hingga saat ini ada delapan menteri,19 gubernur, dua gubernur BI, lima deputi gubernur BI, 40 anggota DPR, 150 anggota DPRD, dan 200 bupati/wali kota yang masuk penjara akibat korupsi. Jika diukur dari jumlah penyelenggara negara yang dipenjara, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tergolong sukses. (mtvn/n)