RADARRIAUNET.COM - Greenpeace Asia Tenggara memperkirakan proyek pembangunan energi 35.000 megawatt dapat merugikan negara Rp351 triliun karena biaya pemulihan lingkungan dan dampak kesehatan masyarakat.
Koordinator Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Arif Fiyanto mengatakan angka kerugian itu berasal biaya pemulihan lingkungan serta dampak kesehatan ketika penggunaan batubara terus bertambah. Untuk membangun proyek itu, pemerintah dinilai harus membangun PLTU baru.
Temuan tersebut merupakan hasil riset Greenpeace Indonesia terkait dengan potensi kerugian ekonomi akibat adanya pembangunan PLTU sebagai bagian proyek energi pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla.
"Pembangunan PLTU jelas meningkatkan emisi dan polusi yang berdampak pada kesehatan, khususnya masyarakat sekitar PLTU," ujar Arif dalam pemaparannya di Jakarta, Rabu (21/9).
Polusi udara dari emisi yang dihasilkan PLTU, kata Arif, meningkatkan risiko penyakit serius seperti kanker paru-paru, stroke, jantung, dan penyakit pernafasan kronis lainnya. Dia menuturkan nilai kerugian itu lebih tinggi dari alokasi kesehatan APBN 2016 yang mencapai Rp110 triliun.
Dia menegaskan pemerintah salah kaprah ketika menganggap batubara merupakan komoditas terjangkau. Hal itu, sambungnya, dikarenakan pemerintah hanya terpaku pada harga bahan baku dan operasinya saja.
Diketahui, harga listrik PLTU batubara saat ini sekitar US$ 51,22/MWh, jauh lebih murah jika dibandingan dengan biaya listrik dari pembangkit listrik tenaga alternatif lainnya seperti PLT biomassa. Listrik dari PLT biomassa diperkirakan mencapai sebesar US$ 112,76/MWh.
Pemulihan Lingkungan
Namun, kata Arif, harga listrik dari PLTU batubara itu belum termasuk biaya tambahan yang berasal dari pemulihan lingkungan dan dampak kesehatan. Greenpeace memperkirakan harga listrik dari batubara akan melonjak menjadi US$ 153/MWh ketika faktor-faktor eksternal seperti pemulihan lingkungan dan dampak kesehatan diperhitungkan.
Pemerintah, kata Arif, harus mulai berpikir untuk menjalankan program energi terbarukan sebagai alternatif. Energi terbarukan seperti panas bumi, biomassa, dan angin, merupakan sumber energi yang dianggap jauh lebih berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan.
"Pemerintah harus tetapkan target yang jauh lebih ambisius untuk pengembangan energi terbarukan, dan memastikan implementasi target ini dipayungi regulasi yang mendukung," ucap Arif.
cnn/radarriaunet.com