RADARRIAUNET.COM - Dalam upaya untuk membuat gedung hijau atau berkelanjutan, masyarakat Indonesia, dinilai masih kurang pemahaman. Sebenarnya, gedung yang hemat energi dalam cakupan yang lebih luas, tidak hanya dari segi operasional. Saat pembangunannya juga menjadi penilaian, apakah suatu gedung itu layak dikatakan berkelanjutan.
"Ada skala penilaian 1-100 gedung hijau, konstruksi menyumbang 10 poin," ujar Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta kepada awak media , Rabu (14/9/2016).
Ia mencontohkan, dari sisi bahan-bahan material utama, seperti beton. Perlu dipertanyakan, apakah bahan baku beton menggunakan semen atau material pengganti lainnya.
Kalau ada material yang mengganti semen sebagai bahan baku beton, maka penggunaan semen berkurang dan tidak perlu memproduksi semen dalam jumlah besar.
Dengan demikian, proses pembangunan tidak merusak lingkungan sehingga penilaian gedung bertambah.
"Harusnya kalau 10 persen recycle concrete itu dapat poin lagi. Makanya, dari kemungkinan 10 poin paling hanya dapat 6-7," kata Davy.
Ia menjelaskan, recycle concrete adalah penggunaan kembali material beton yang sudah dipakai sebelumnya.
Menurut Davy, beton yang sudah tua, bisa dibongkar dan dicampur kembali untuk penggunaan bangunan baru.
Di luar negeri, pemakaian kembali beton sudah lazim dilakukan. Sementara di Indonesia, hal ini belum dipelajari secara mendalam.
Kalaupun ada industri yang sudah memulai, realisasi pemakaian beton bekas masih jauh dari harapan.
kps/fn/radarriaunet.com