RADARRIAUNET.COM - Kajian terhadap Reklamasi Pulau G, Teluk Jakarta diklaim oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan telah dilakukan sehingga diputuskan untuk dilanjutkan pembangunannya. Namun, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengatakan pemerintah tidak transparan terkait kajian reklamasi itu.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta terdiri dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Solidaritas Perempuan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Pengacara Publik YLBHI Wahyu Nandang Herawan mengatakan, kajian yang diklaim oleh Luhut tidak pernah disampaikan ke publik. Padahal, pemerintah memiliki kewajiban menyiarkan kajian terkait reklamasi ke hadapan publik terutama nelayan karena menyangkut pada kehidupan masyarakat.
"Kajian yang dilakukan oleh Kemenko Maritim belum pernah disampaikan ke publik, diminta pun sulit. Sekali kami minta namun pihaknya keberatan, ini informasi publik dan masyarakat harus tahu," ujarnya saat konferensi pers Somasi Untuk Luhut di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (16/9).
Sebelumnya, Luhut menyatakan telah mengkaji semua aspek terkait keberlanjutan reklamasi. Dia menilai kajian yang berasal dari BPPT dan PLN telah cukup untuk melanjutkan proyek reklamasi.
"Sebenarnya kajian itu sudah ada. Oktober 2014 ground breaking sudah dibikin Chairul Tandjung (Menko Perekonomian saat itu). Hanya kemudian ribut dipolitisasi semua jadi ramai begini. Bikin ulang lagi," kata Luhut (14/9).
Ia pun berjanji akan membuka ke publik kajian yang telah dibuat oleh pemerintah. Namun Luhut tidak menyebut kapan akan dipublikasi.
Tidak transparannya kajian itu, Nandang menambahkan, tidak hanya saat Kemenko Maritim dipimpin oleh Luhut. Namun, saat menteri sebelumnya yakni Rizal Ramli menjabat, juga tidak memberitahukan hasil kajian reklamasi itu kepada publik.
Meski demikian, Rizal pernah menghentikan proyek reklamasi Pulau G. Namun, tak lama posisinya digantikan oleh Luhut, reklamasi Pulau G justru diteruskan. Padahal, berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT, reklamasi Pulau G dianggap tidak sah.
Nandang mengatakan, kajian hukum yang dilakukan oleh Luhut justru telah menyatakan apa yang dilakukannya adalah pelanggaran hukum.
"Pak Luhut menjelaskan sudah mengkaji persoalan hukum, tapi yang dia lakukan adalah bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri," ucapnya.
Reklamasi Teluk Jakarta mendapat penentangan dari sejumlah pihak. Kalangan aktivis lingkungan menentang reklamasi Teluk Jakarta karena diyakini akan merusak ekosistem di wilayah tersebut.
Kepentingan Politik
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menduga, dilanjutkannya Reklamasi Pulau G merupakan bagian dari kepentingan politik yang kemungkinan diketahui oleh Presiden RI Joko Widodo.
Hal ini terindikasi dari perubahan kabinet jilid II yang telah dilakukan oleh Jokowi beberapa waktu lalu. Salah satu yang alami reshuffle adalah Menko bidang Maritim. Sebelum reshuffle, Rizal Ramli menolak untuk dilakukannya reklamasi. Namun, Luhut yang saat ini menggantikan Rizal justru melanjutkan reklamasi itu.
"Kemarin dia (Luhut) bilang ada arahan, saya pikir arahan seperti apa, kalau memang arahan dari Pak Jokowi berarti Pak Jokowi yang melanggar hukum," tuturnya.
Menurut Nandang, Jokowi juga telah melanggar Nawacita yang dibuatnya sendiri. Dalam Nawacita tersebut, Jokowi mengatakan akan mengedepankan hak-hak dari nelayan.
Nandang mengatakan, kepentingan politik ini jelas terlihat karena terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat negara namun tetap dibiarkan. Karena itu, pihaknya menolak untuk dilanjutkannya reklamasi.
"Kami mendesak Presiden untuk segera mengevaluasi, menghormati perutusan peradilan dan menghentikan proyek reklamasi," kata Nandang.
cnn/radarriaunet.com