RADARRIAUNET.COM - Perwakilan Indonesia dalam koalisi Masyarakat sipil untuk Penghapusan Hukuman Mati di wilayah ASEAN (CAPDA) mengutuk tindakan pembunuhan di luar peradilan (extra judicial killings) terhadap bandar narkotik yang dilakukan presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Ribuan orang telah menjadi korban atas kebijakan tersebut. Padahal kebijakan kontroversial baru berjalan sekitar dua bulan.
Program manager ASEAN Human Rights Working Group, Daniel Awigra mengatakan, dari ribuan korban jiwa tersebut, tidak semua positif sebagai pengguna atau pengedar narkoba. Selain itu, menurutnya cara-cara penanganan narkotik dengan melakukan pembunuhan di luar peradilan justru menimbulkan dampak kemanusian serius.
"Secara substansif esensi dari kebijakan ini adalah penghilangan nyawa manusia yang merupakan hak dasar dari hak asasi manusia, itu seharusnya dilindungi dengan patuh oleh sebuah negara," kata Daniel di Jakarta, kemarin.
Daniel Khawatir, kedatangan Presiden Duterte ke Indonesia bisa saja dijadikan momen Presiden Joko Widodo untuk mengkloning aturan pembunuhan jalanan ala Duterte di Filipina. Hal tersebut, menurut Daniel, bisa saja terjadi mengingat Indonesia juga menerapkan vonis mati dalam pidana kasus narkotik.
"Indonesia dan Filipina punya banyak kesamaan. Salah satunya, 29 Juli lalu Presiden baru saja lakukan eksekusi terhadap empat terpidana narkotik," katanya.
Oleh karenanya, Daniel berharap pertemuan bilateral antara Presiden Indonesia, Joko Widodo dengan Presiden Duterte tidak berdampak pada aturan baru yang semakin menyudutkan hak hidup para terpidana tersebut. Namun, memberi perbaikan kondisi hak asasi manusia di kedua negara.
"Tentu saja kemungkinan manapun bisa, entah Indonesia yang akan ikut-ikutan atau justru keduanya akan sadar mengenai hak hidup mereka (terpidana), yang jelas harusnya ini (hukuman mati) tidak diterapkan di negara manapun," katanya
Sebaliknya menurut Daniel, kedua negara harus melakukan evaluasi terhadap kebijakan eksekusi mati terpidana tindak kejahatan serius terutama yang menyangkut tindak kejahatan narkotik. Karena dampak buruk dari vonis mati terhadap pelaku kejahatan serius selama ini malah kerap menyasar kurir-kurir yang berasal dari kalangan menengah kebawah.
"Ekonomi lemah, pendidikan rendah, dan kebanyakan menyasar perempuan, mereka ini yang banyak jadi korban karena mereka mudah dimanipulasi oleh sindikat," katanya.
Kebijakan extra judicial killings yang diterapkan oleh Filipina menurut Daniel sangat berbahaya.
"Peraturan itu sudah memakan korban usia anak-anak yang tidak terkait dengan persoalan narkotik sama sekali," katanya.
cnn/radarriaunet.com