RADARRIAUNET.COM - Tim dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta akan terbang ke Riau untuk menyelidiki penyanderaan petugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diduga melibatkan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL).
"Kalau bisa besok berangkat ke sana (Riau)," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Kementerian LHK usai bertemu Menteri Siti Nurbaya, Rabu (7/9). Untuk pengusutan di Riau itu, Tito menerjunkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Muhammad Iriawan.
"Kami akan coba selidiki secara komprehensif, permasalahan apa yang menyebabkan terjadinya hal ini, apa penyanderaan ini memenuhi unsur pidana. Kalau iya, apa motifnya, ini paling penting," ujar Tito.
KLHK Duga Korporasi Sengaja Libatkan Warga untuk Bakar Hutan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan modus perusahaan pembakar hutan dan lahan. Korporasi diduga kerap melibatkan masyarakat pada berbagai pembakaran lahan.
Menteri LHK Siti Nurbaya menuturkan, pelibatan masyarakat secara sengaja adalah cara perusahaan menghindari jerat hukum. KLHK mengklaim sering menemukan indikasi itu pada berbagai peristiwa karhutla.
"Kami sudah pelajari modus ini sejak November 2015, ketika karhutla masih besar-besarnya. Perusahaan di Riau banyak yang terindikasi mengatasnamakan masyarakat untuk bisa membakar hutan," ujar Siti di Jakarta, Selasa (6/9).
Siti berkata, cara perusahaan melibatkan masyarakat hampir serupa. Mayoritas individu yang disangka melakukan karhutla mengaku diperintah seseorang. Tidak sedikit korporasi berdalih lahan yang terbakar merupakan lahan perusahaan yang telah dikelola masyarakat. Siti mengatakan, warga yang bergabung dalam kelompok tani menjadi kambing hitam atas kejahatan itu.
Kementerian KLHK tidak hanya menemukan modus itu di Riau, tapi juga beberapa provinsi lain seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Utara. "Di Sumsel dan Jambi belum ada konfirmasi, tapi jelas ada kesamaan modus," kata Siti.
Izin Tak Sesuai
Merujuk data Komisi Pemberantasan Korupsi, Siti mengatakan, di Riau saat ini terdapat sekitar 447 perusahaan perkebunan. Sebanyak 154 korporasi di antaranya memegang hak guna usaha.
Sementara itu, izin usaha perkebunan dimiliki 144 perusahaan, izin lokasi dipegang 21 korporasi, dan 127 perusahaan lainnya tidak mengantongi izin.
Data tersebut merupakan penelitian KPK terhadap perusahaan tanpa izin di hutan lindung Riau. "Dari hasil review, 1,8 juta hektare lahan hutan di Riau merupakan konsesi perusahan tanpa izin," ucap Siti.
Menurut Siti, masih banyak perusahan perkebunan yang tidak memiliki izin yang sesuai. Korporasi menggunakan cara ilegal untuk bisa mengajukan pelepasan hutan untuk dijadikan perkebunan.
"Awalnya berangkat dari illegal logging dan pengerusakan hutan. Lalu mereka ajukan pelepasan hutan untuk dijadikan perkebunan (alih fungsi). Ini metamorfosis perizinan yang sangat buruk," tuturnya.
Siti menyebut, penyelidikan dan pencarian bukti lapangan adalah kunci meminimalkan karhutla dan perambahan hutan.
"Kami perlu disiplinkan perusahaan dengan menegakkan hukum secara benar," kata Siti. Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyatakan modus penyanderaan penyidik karhutla merupakan yang pertama terjadi.
Menurutnya, peyanderaan tujuh staf KLHK saat menyidik konsesi PT APSL pekan lalu merupakan tindakan melawan hukum. "Dalam konteks karhutla, kami baru kali ini menemukan modus penyanderaan," kata Roy.
Tim Mabes Polri juga bakal melakukan pemeriksaan internal sampai ke tingkat kepolisian resor. "Prinsip kami, lakukan pemeriksaan secara menyeluruh, termasuk dari internal Kepolisian," kata Tito.
Dugaan penyanderaan oleh PT APSL sebelumnya dikemukakan oleh Kementerian LHK. Dalam pertemuan KLHK dengan Polri, akhirnya disepakati langkah-langkah penyelidikan.
"Jangan ada asumsi atau praduga yang beranalisis dari aparat di ruang publik, karena akan membingungkan masyarakat. Jadi sesuai aturan hukum saja," kata Menteri Siti. Jumat pekan lalu, tujuh staf KLHK yang terdiri dari tiga polisi hutan dan empat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) disandera segerombolan orang saat melakukan penyegelan lahan milik PT APSL yang terbakar.
Gerombolan tersebut diduga dikerahkan oleh PT APSL. Para penyandera mengancam dan meminta para staf KLHK untuk menghapus seluruh foto dan video yang diambil di lahan APSL tersebut.
Padahal, foto-foto dan video tersebut memaparkan secara jelas bahwa ada sekitar 2.000 hektare lahan yang sengaja dibakar untuk dijadikan perkebunan. Lahan terbakar itu berada pada konsesi APSL dan masih mengepulkan asap.
Cek Lahan di Riau, Kepala BRG Diusir Petugas Mengaku Kopassus
Badan Restorasi Gambut (BRG) menegaskan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tidak kooperatif terhadap pemerintah setelah lembaga itu dilarang masuk saat melakukan inspeksi mendadak di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau pada Senin. Kepala BRG Nazir Foead mengatakan pihaknya melakukan sidak di Desa Bagan Melibur, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti terkait dengan kegiatan anak usaha dari perusahaan kertas yang membuka lahan gambut dengan membangun sejumlah kanal.
Perusahaan kertas yang dimaksud adalah PT RAPP, dimiliki taipan Soekanto Tanoto. Dalam video resmi BRG terlihat petugas keamanan yang berada di lokasi melarang Nazir dan tim untuk mengecek secara langsung lokasi tersebut. Dia mengatakan bahwa perusahaan belum memberikan izin sehingga dirinya melarang BRG memasuki areal itu.
Petugas itu sendiri memakai baju hitam bertuliskan ‘Keluarga Besar Komando Pasukan Khusus’ atau Kopassus. Dia menegaskan Nazir dan tim BRG lainnya tak bisa masuk. “Perintah kami sudah seperti itu. Ya enggak bisa, enggak bisa pak,” kata dia kepada tim BRG dalam video tersebut.
“Bapak dari Kopassus ya?” kata salah satu tim BRG.
“Iya Pak,” kata dia, “..Grup III Kopassus, saya Pak.”
Nazir mengatakan pihaknya sudah melaporkan hasil sidak tersebut ke Presiden dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dia pun menegaskan bahwa RAPP tidak kooperatif ketika sidak dilakukan oleh badan tersebut.
“Perusahaan RAPP tidak kooperatif dengan Pemerintah Indonesia, itu hasil kesimpulan dari kunjungan,” kata Nazir. Dia mengatakan pihaknya meminta tim penegakan hukum KLHK untuk menangani hal tersebut karena diduga kuat perusahaan melakukan pelanggaran hukum. BRG menyatakan perbaikan lahan gambut adalah salah satu upaya untuk menangani kebakaran hutan dan lahan. Kanalisasi gambut justru membuat lahan gambut menjadi kering sehingga rentan terbakar.
Perusahaan Membantah
Djarot Handoko, Corporate Communication Manager RAPP, mengatakan pihaknya menyesalkan kejadian itu karena kurang koordinasi dalam persoalan tersebut. Dia juga mengatakan pihak perusahaan pun sudah melakukan pertemuan dengan BRG beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dia juga membantah perusahaan melibatkan Kopassus dalam pengamanan areal perusahaan. Djarot menuturkan petugas yang dimaksud di lapangan itu hanya pernah mengikuti
pelatihan bela negara yang digelar Kopassus beberapa waktu lalu. “Dia bukan anggota Kopassus, tapi hanya ikut pelatihan bela negara,” katanya. Pihak perusahaan, sambung Djarot, juga sudah menindak tegas petugas di lapangan dan kini tengah melakukan peninjauan kembali soal prosedur keamanan di lapangan.
Awak media juga berupaya mengkonfirmasi status orang-orang yang mengaku sebagai tentara itu kepada Kepala Penerangan Koppasus Letnan Kolonel Joko Tri Hadimantoyo. Namun, Joko belum membalas telepon dan pesan singkat itu.
Usir Kepala BRG, Riau Andalan Pulp Disebut Langgar Hukum
Pengusiran terhadap Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead yang melakukan sidak ke lahan milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi mengatakan, sidak yang dilakukan Nazir merupakan operasi dadakan. Nazir datang ke lahan itu dalam kapasitas sebagai Kepala BRG, bukan sebagai pribadi.
"PT RAPP melakukan perbuatan melawan hukum. Beliau (Nazir Foead) melakukan sidak bukan atas nama pribadi, melainkan negara," ujar Viva, Rabu (7/9). Viva berkata, PT RAPP seharusnya bersikap kooperatif dengan cara menyediakan semua data yang diminta Nazir. Viva heran, perusahaan kertas milik Soekanto Tanoto itu justru mengusir Nazir dengan alasan tidak mengantongi izin.
Komisi IV DPR , kata Viva, sebagai mitra BRG berencana memanggil dan meminta keterangan dari petinggi PT RAPP tekait pengusiran tersebut. "Kami akan memanggil direksi untuk mengklarifikasi, apakah benar mereka telah melakukan perbuatan hukum dan mengusir Kepala BRG yang sedang bertugas," kata Viva.
Senin lalu, Nazir sidak ke lahan milik PT RAPP di Desa Bagan Melibur, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Sidak itu didasarkan pada langkah PT RAPP membuka lahan gambut dengan cara membangun sejumlah kanal.
Nazir berkata, ia sudah melaporkan hasil sidak tersebut ke Presiden Joko Widodo serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. "Kami akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kami juga akan memanggil pihak perusahaan pada akhir pekan ini," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Lex/cnn/radarriaunet.com