RADARRIAUNET.COM - Nama Komisaris Jenderal Budi Gunawan kembali dibawa Presiden Joko Widodo ke Dewan Perwakilan Rakyat. Kali ini bukan sebagai kandidat Kapolri, melainkan calon Kepala Badan Intelijen Negara. Dia dipercaya Jokowi menggantikan Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso.
Sebelum ini, Budi Gunawan pun sesungguhnya masuk bursa pemilihan calon Kapolri pengganti Jenderal Badrodin Haiti. Namun Presiden Jokowi kemudian memilih Komjen Tito Karnavian yang saat itu menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, sebagai Kapolri.
Jauh sebelum itu, 9 Januari 2015, Budi Gunawan diajukan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Jokowi menggantikan Jenderal Sutarman. Ia telah lolos uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum DPR RI.
Namun, polemik menyeruak. Budi Gunawan diduga memiliki rekening gendut yang tak sesuai dengan profilnya.
Empat hari setelah namanya diajukan, 13 Januari 2015, Komisi Pemberantaaan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi kasus dugaan gratifikasi.
Polri dan KPK lantas bersitegang. Kasus-kasus muncul. Beberapa pimpinan KPK terjerat.
Presiden Jokowi lantas membentuk Tim Sembilan untuk meredakan ketegangan. Tim merekomendasikan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri dibatalkan.
Sidang praperadilan di kemudian hari menganulir penetapan tersangka Budi. Namun Presiden tetap batal melantik Budi sebagai Kapolri, dan memilih Badrodin Haiti menggantikan Sutarman.
Gagal sekali bukan akhir bagi Budi Gunawan. Ia kembali menjadi bakal kandidat Kapolri setahun kemudian, meski kemudian Tito yang dipilih.
Budi dinilai sebagai salah satu perwira terbaik Polri. Pria kelahiran Surakarta, 11 Desember 1959 itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1983.
Dia peraih Adhi Makayasa, yakni penghargaan tahunan kepada lulusan terbaik di tiap matra TNI dan Kepolisian. Budi kerap meraih peringkat satu di setiap jenjang pendidikan Polri yang diikutinya seperti Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Sespim), Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespati), dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Budi pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat Mega menjadi presiden pada 2001-2004. Saat itu Budi berpangkat Komisaris Besar. Sebelumnya, dia juga menjadi ajudan Megawati ketika Mega menjadi wakil presiden periode 1999-2001.
Karier Budi makin meningkat usai menjadi ajudan Megawati. Dia tercatat sebagai jenderal termuda di Polri. Dia naik pangkat bintang satu atau Brigadir Jenderal saat dipercaya menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karyawan SSDM Mabes Polri selama dua tahun.
Setelah itu, Budi menduduki jabatan sebagai Kepala Sekolah Lanjutan Perwira Polri pada 2006-2008, institusi yang menginduk kepada Lembaga Pendidikan Polri.
Pada 2008-2009, Budi ditugaskan Korps Bhayangkara menjadi Kapolda Jambi, Kepolisian Daerah tipe B. Dia dipromosikan naik pangkat bintang dua, Inspektur Jenderal.
Ia kemudian dipercaya menjabat sebagai Kepala Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri selama satu tahun. Budi juga sempat menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri pada 2010-2012.
Usai mutasi itu, dia dipromosikan memimpin Polda tipe A sebagai Kapolda Bali selama sembilan bulan.
Pengalaman menduduki posisi penting di Markas Besar Kepolisian RI mengantarkan Budi meraih promosi jabatan sekali lagi. Pangkat jenderal bintang tiga atau Komisaris Jenderal disematkan di pundaknya.
Saat itu Budi menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri periode 2012-2015, menggantikan Komjen Oegroseno. Lembaga ini membawahi sejumlah institusi pendidikan Polri seperti Akademi Kepolisian, Sekolah Staf dan Pimpinan Polri, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan sekolah Kepolisian lainnya.
Kini setelah lebih dari satu tahun menjabat Wakapolri, Budi Gunawan resmi dicalonkan Presiden untuk memimpin Badan Intelijen Negara.
cnn/radarriaunet.com