Selasa, 30 Agustus 2016|16:45:40 WIB
RADARRRIAUNET.COM - Jaringan Kerja untuk Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk tim independen guna mengusut penerbitan SP3 Polda Riau dalam kasus pembakaran hutan oleh korporasi.
Koordinator Jikalahari Woro Supartinah mengatakan hasil kinerja kepolisian belum menunjukkan hasil evaluasi terkait dengan penyebab diterbitkannya SP3 oleh Polda Riau. SP3 adalah Surat Perintah Penghentian Penyidikan yang dikeluarkan penegak hukum.
“Apalagi sejak awal, penerbitan SP3 tanpa diketahui publik. Publik baru tahu 19 Juli 2016, padahal SP3 dimulai sejak Januari 2016. Ada apa sebenarnya? Jikalahari menduga ada praktik 'mafia' di balik SP3,” kata Woro dalam keterangannya, Senin (29/8).
Dia mengatakan seharusnya Kapolri tak hanya mendengar informasi dari pihak internal kepolisian saja, namun juga mendengar dari publik. Hal itu, papar Woro, penting dilakukan terkait dengan upaya Presiden Joko Widodo dalam memberantas mafia hukum.
Di sisi lain, Jikalahari kemarin mencatat asap kembali terjadi di Pekanbaru dan sejumlah kabupaten di Riau. Status ISPU kemarin berada dalam tahap sedang, mengindikasikan penurunan kondisi udara di kota tersebut.
Oleh karena itu, kata Woro, pihaknya mendesak agar kepolisian segera membentuk tim independen terkait dengan transparansi penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan. Dia menegaskan kepolisian dan Kejaksaan Agung dapat membentuk tim penegakan hukum terpadu dalam perkara pembakaran hutan dan lahan.
Pada Juli, Polda Riau diduga menerbitkan SP3 pada sedikitnya 11 perusahaan dalam kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan. Perusahaan itu diduga terkait dengan kebakaran hutan yang terjadi pada 2015.
Koordinator Kontras Haris Azhar mendesak kepolisian melakukan audit dalam penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan. Lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi, kata Haris, menunjukkan kualitas penyidikan.
“Tindakan Polda Riau yang menerbitkan SP3 bertentangan dengan semangat menagih pertanggungjawaban korporasi dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan belasan orang meninggal dunia,” kata Haris di Jakarta, Selasa (30/8).
Selain itu, sambungnya, negara pun belum memberikan akses pemulihan yang efektif bagi sejumlah korban pelanggaran HAM akibat kebakaran hutan. Kontras menilai hal itu merupakan bentuk pengabaian negara terhadap hak warga negaranya sendiri.
cnn/radarriaunet.com