Jumat, 21 Agustus 2015|16:49:40 WIB
Jakarta (RRN) - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Lucius Karus menilai rencana pembangunan tujuh proyek di DPR menyesatkan. Proyek menampakkan DPR saat ini hanya mementingkan penampilan fisik ketimbang kerja untuk rakyat.
"Argumentasi DPR bahwa tujuh megaproyek ini menjadi ikon DPR sangat menyesatkan. Seolah-olah kebanggaan sebagai bangsa akan muncul melalui fasilitas nan mewah, padahal DPR tak menghasilkan apa-apa di dalamnya," kata Lucius saat Diskusi 'Menolak Gedung Baru DPR' di kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (21/8/2015).
Menurut Lucius, tak ada artinya fasilitas megah dan mentereng jika digunakan orang-orang yang tidak mampu menghasilkan kerja bermanfaat bagi kepentingan bangsa. Dia mencontohkan, dari 39 undang-undang Prolegnas Prioritas 2015, DPR hanya berhasil mengesahkan dua undang-undang, yakni UU Pilkada dan UU Pemda. Padahal masa kerja Dewan untuk Prolegnas Prioritas 2015 tinggal empat bulan.
"Kalau kita mau kasar, DPR peroide 2014-2019 pencapaian nol di 2015 dari Prolegnas Prioritas yang disepakati," tambah Lucius.
Dia berpendapat, rencana pembangunan tujuh proyek DPR yang merupakan hasil rekomendasi Tim Implementasi Reformasi Parlemen yang dipimpin Fahri Hamzah, aneh. Sebab, tim ini menerbitkan rekomendasi pembangunan proyek dengan alasan menjawab perlunya reformasi keparlemenan alias parlemen yang modern.
"Jadi bukan fasilitas yang selama ini menjadi biang munculnya banyak persoalan di parlemen. Yang menjadi masalah sesungguhnya adalah tak adanya kemauan kuat dari DPR dan Parpol untuk membenahi secara serius regulasi yang bisa mendukung reformasi tata kelola keparlemenan yang mendorong efektivitas dan efisiensi kerja," tukasnya.
Tujuh proyek yang akan dibangun DPR ialah pembangunan museum dan perpustakaan, alun-alun demokrasi, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.
Tujuh proyek itu disebut akan menghabiskan dana sebesar Rp1,6 triliun berdasarkan rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum. (mtvn)