Senin, 22 Agustus 2016|11:47:16 WIB
RADARRIAUNET.COM - Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan koefisien gini atau ketimpangan pendapatan masyarakat miskin dan kaya di Indonesia pada Maret 2016 turun menjadi 0,397, tidak membuat Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri semringah.
Pasalnya, Faisal melihat kekayaan negara masih dikuasai oleh sekelompok kecil orang yang dekat dengan kekuasaan. Sementara pendapatan orang miskin yang disebut BPS meningkat, masih sangat rentan anjlok kembali karena belum memiliki kepastian pendapatan.
Mengutip data BPS, Faisal menyebut perbaikan rasio gini Indonesia disebabkan oleh naiknya upah buruh tani dan buruh bangunan harian dan bertambahnya jumlah pekerja bebas di sektor pertanian dan non pertanian.
“Dua faktor itu sangat rentan turun kembali karena kelompok buruh harian tidak punya kepastian pendapatan,” kata Faisal dalam riset, dikutip Senin (22/8).
Sayangnya di saat mayoritas orang berpenghasilan minim di Indonesia masih bingung besok mau makan apa, kelompok orang kaya dan super kaya yang jumlahnya lebih sedikit justru terus memupuk kekayaannya karena kedekatan dengan penguasa.
Mengutip data Bank Dunia per Desember 2015, Faisal menyebut Indonesia menduduki peringkat ketiga terparah dalam hal konsentasi kekayaan penduduknya setelah Rusia dan Thailand. Sebanyak 10 persen orang terkaya negara ini menguasai 77 persen kekayaan nasional.
Lebih ironis lagi, sekitar dua pertiga kekayaan yang dikuasai orang kaya Indonesia diperoleh karena kedekatannya dengan penguasa.
Faisal menyodorkan data The Crony-capitalism Index yang dikutipnya dari The Economist. Indeks itu menyebut orang-orang kaya di Indonesia bisa menambah pundi kekayaan dengan mudah karena bisnis yang dijalankannya di sektor sumber daya alam, perbankan, minyak dan gas bumi, properti, sampai telekomunikasi didukung oleh penguasa.
Indonesia menempati peringkat ketujuh dalam indeks tersebut setelah Rusia, Malaysia, Filipina, Singapura, Ukraina, dan Meksiko.
“Pantas saja para saudagar kian banyak yang menyemut ke dalam kekuasaan dan menguasai pucuk pimpinan partai politik. Karena dengan begitu kenikmatan berbisnisnya terlindungi. Sektor-sektor kroni pada umumnya bersandar pada fasilitas dan konsesi dari penguasa. Banyak dari mereka tidak siap bersaing secara sehat,” tegas Faisal.
cnn/radarriaunet.com