Sabtu, 20 Agustus 2016|08:50:42 WIB
RADARRIAUNET.COM - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai rencana penerapan kewarganegaraan ganda berpotensi menimbulkan persoalan sosial baru. Salah satunya adalah persoalan persaingan lapangan kerja antara antarmasyarakat asli dan pemegang dua kewarganegaraan.
Potensi persoalan ini, kata dia, perlu menjadi perhatian pemerintah ketika berencana menerapkan kewarganegaraan ganda. Penelitian dan kajian yang dilakukan harus sangat mendalam.
"Nah kalau seperti ini bagaimana? Jangan sampai lapangan pekerjaan diambil dari luar," kata Hikmahanto di Jakarta, Jumat (19/8).
Ia mengingatkan, jika pemerintah tetap ingin mengakomodasi sistem kewarganegaraan ganda, hal itu harus dilakukan secara selektif. Saat ini, UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang memperbolehkan secara terbatas bipatride saat di bawah usia 18 tahun, dinilainya sudah cukup.
"Pada prinsipnya jika ditetapkan dwi kewarganegaraan saya tidak setuju. Contoh, ketika pengungsi Rohingya berada di Indonesia karena belum ada negara yang mau menampung. Suatu hari mereka akan minta menjadi WNI tetapi warga negara Burmanya masih," ujar Hikmahanto.
Penerapan sistem dwikewarganegaraan juga berpotensi memicu penyalahgunaan status kewarganegaraan ganda untuk kejahatan. Hikmahanto mencontohkan rangkaian teror yang belakangan marak terjadi di Perancis. Pelaku teror di Perancis memanfaatkan sistem kewarganegaraan ganda itu untuk kegiatan teror.
Di sisi lain, peneliti senior LIPI Ikrar Nusa Bhakti berpendapat isu keamanan bukan menjadi satu-satunya faktor dalam mengkaji kewarganegaraan ganda. Ada faktor lain seperti aspek kemanusiaan yang perlu menjadi pertimbangan.
Ia menilai saat ini dunia sudah memasuki era perang talenta, yakni negara-negara memperebutkan sumber daya manusia potensial untuk dapat diberdayakan di negara tersebut. Biasanya negara memberi akses beasiswa dan kemudahan lapangan kerja bagi mereka, dengan syarat pindah kewarganegaraan.
"Pertanyaan saya, apakah mereka yang menjadi warga negara asing kemudian mereka tidak bisa berkiprah di negeri ini?," ujar Ikrar.
Hal ini senada dengan pemikiran Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai rencana penerapan dwikewarganegaraan. JK mengatakan salah satu pertimbangan pemerintah untuk menganut sistem kewarganegaraan ganda adalah keahlian khusus yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia di luar negeri.
Seandainya Indonesia tak menganut dwikewarganegaraan, maka orang-orang tersebut secara otomatis lepas dari Indonesia dan akan sulit untuk dilibatkan dalam membangun bangsa.
cnn/radarriaunet.com